Bismillah ...

Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56).

“Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thoghut.” (An Nahl: 36).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ta’ala ‘anhu, “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illalloh niscaya masuk surga.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Tauhid adalah perkara yang paling penting dalam agama Islam. Sebagai tujuan diutusnya para Rasul, serta sebagai kewajiban pertama dan terakhir bagi manusia yang berakal.

Pelanggaran terhadapnya adalah bid'ah yang paling besar sebagaiman firman Allah :

“Katakanlah: marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan suatu apapun dengan Dia, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. Al An’am: 151)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cinta Kepada Allah

"Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang karena Allah, membela seseorang karena Allah dan memusuhi seseorang karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan dari Allah hanyalah bisa diperoleh dengan hal tersebut. Dan seorang hamba tidak akan menemukan rasa nikmatnya iman, ....

Mereka Yang Berjatuhan Dari Dakwah Salafiyah

Namun, bagi mereka yang menghendaki agar dakwah salafiyah inilah yang berkhidmat dan menanggung mereka, lalu dicatat dan mereka ditampakkan sebagai tokoh dalam dakwah ini, hanya karena menisbatkan diri.....

Kesalahan Kesalahan Dalam Beraqidah

..Mereka mencukupkan ( لا إله إلا الله) hanya di lisan saja tanpa menyadari, bahwa kalimat tauhid ini menuntut perkara-perkara lain. Diantara perkara-perkara yang dituntut adalah nafi dan itsbat. ...

Menyelewengkan Makna La Ilaha Illallah, Wujud Penyimpangan Aqidah

Tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan paling utama untuk diilmui dan didakwahkan. Ia juga merupakan tugas yang paling besar,......

Surat Dari Ibu yang terkoyak hatinya

Anaku…. Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya.

Rabu, 09 November 2011

Sejarah Hitam Perpecahan Umat

Oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql

Banyak sekali faidah yang dapat dipetik dari pembicaraan seputar sejarah perpecahan umat. Berbagai peristiwa yang terjadi di awal Islam tersebut sarat dengan ibrah (pelajaran). Tentunya kami tidak mampu menyuguhkan sejarah perpecahan itu secara terperinci, akan tetapi ada beberapa point yang dapat kita jadikan pelajaran. Sembari meluruskan beberapa persepsi keliru sebagian orang sekitar masalah tersebut dewasa ini.


Pertama

Sumbu perpecahan yang pertama kali muncul hanyalah berupa i'tiqad dan pemikiran yang tidak begitu didengar dan diperhatikan. Yang pertama kali di dengar oleh kaum muslimin dan para sahabat adalah aqidah Saba'iyah yang merupakan cikal bakal aqidah Syi'ah dan Khawarij. Itulah benih awal perpecahan yang ditaburkan di tengah-tengah kaum muslimin. Aqidah ini disebarkan oleh penganutnya secara terselubung nyaris tanpa suara. Orang pertama yang memunculkan juga asing, nama dan identitasnya tidak jelas. Orang menyebutnya Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba'. Ia mengacaukan barisan kaum muslimin dengan aqidah sesat itu. Sehingga aqidah tersebut diyakini kebenarannya oleh sejumlah kaum munafikin, oknum-oknum yang merancang makar jahat terhadap Islam, orang-orang jahil dan pemuda-pemuda ingusan.

Begitu pula sekelompok barisan sakit hati yang negeri, agama dan kerajaan mereka telah ditundukkan oleh kaum muslimin, yaitu orang-orang yang baru memeluk Islam dari kalangan bangsa Parsi dan Arab Badui. Mereka membenarkan hasutan-hasutan Ibnu Saba', membuat makar tersembunyi atas kaum muslimin, hingga muncullah cikal bakal Syi'ah dan Khawarij dari mereka.

Hal ini ditinjau dari sudut pandang aqidah dan keyakinan sesat yang pertama kali muncul yang menyelisihi asas Islam dan Sunnah.

Adapun kelompok sempalan yang pertama kali muncul yang memisahkan diri dari imam kaum muslimin adalah kelompok Khawarij. Benih-benih Khawarij ini sebenarnya berasal dari aqidah Saba'iyah. Banyak orang yang mengira keduanya berbeda, padahal sebenarnya cikal bakal Khawarij berasal dari pemikiran kotor Saba'iyah. Perlu diketahui bahwa Saba'iyah ini terpecah menjadi dua kelompok utama : Khawarij dan Syi'ah.

Kendati antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang mencolok, namun dasar-dasar pemikirannya setali tiga uang. Baik Khawarij maupun Syi'ah meuncul pada peristiwa fitnah atas diri Amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu. Fitnah diprakarsai oleh Abdullah bin Saba' lewat ide, keyakinan dan gerakannya. Dari situlah muncrat aqidah sesat, yaitu aqidah Syi'ah dan Khawarij.

Perbedaan antara Khawarij dan Syi'ah direkayasa sedemikian rupa oleh tokoh-tokohnya supaya dapat memecah belah umat. Ibnu Saba' dan konco-konconya menabur beragam benih untuk menyuburkan kelompok-kelompok pengikut hawa nafsu itu. Kemudian membuat trik seolah-olah antara kelompok-kelompok itu terjadi permusuhan guna memecah belah umat sebagaimana yang terjadi dewasa ini. Itulah yang diterapkan oleh musuh-musuh Islam untuk mengadu domba kaum muslimin, yakni dengan istilah yang mereka namakan blok kanan dan blok kiri. Mereka mengkotak-kotakan kaum muslimin menjadi berpartai-partai, partai sayap kanan dan partai sayap kiri. Begitu berhasil melaksanakan program, mereka munculkan babak permainan baru dengan istilah sekularisme, fundamentalisme, modernisme, primitif, ekstrimisme, radikalisme dan lain-lain. Semuanya adalah permainan yang sama, dari sumber yang sama pula. Para pencetusnya juga itu-itu juga demikian pula tujuannya, hanya saja corak ragamnya berbeda-beda. Jadi secara keseluruhan ini mencerminkan kuatnya kebatilan, kendati satu sama lain saling bermusuhan.

Kedua

Ada satu point penting yang perlu diperhatikan, yakni dalam sejarah tidak kita temui para sahabat saling berpecah belah satu sama lain. Yang terjadi diantara mereka hanyalah perbedaan pendapat yang kadang kala diselesaikan dengan ijma' (kesepakatan), atau salah satu pihak tunduk kepada pendapat jama'ah serta tetap komitment terhadap imam. Itulah yang terjadi dikalangan sahabat. Tidak ada seorang sahabat-pun yang memisahkan diri dari jama'ah. Tidak ada satupun diantara mereka yang melontarkan ucapan bid'ah atau mengada-ada perkara baru dalam agama.

Sungguh, para sahabat merupakan imam dalam agama yang mesti diteladani oleh kaum muslimin. Tidak satupun dari kalangan sahabat yang memecah dari jama'ah. Dan tak satupun ucapan mereka yang menjadi sumber bid'ah dan sumber perpecahan. Adapun beberapa ucapan dan kelompok sempalan yang dinisbatkan oleh sejumlah oknum kepada para sahabat adalah tidak benar! Hanyalah dusta dan kebohongan besar yang mereka tujukan terhadap para sahabat.

Sangat keliru bila Ali bin Abi Thalib disebut sebagai sumber Syi'ah, Abu Dzar Al-Ghifari sebagai sumber sosialisme, para sahabat Ahlus Suffah sebagai cikal bakal kaum sufi, Mua'wiyah diklaim sebagai sumber Jabariyah, Abu Darda' dituduh sebagai sumber Qadariyah, atau sahabat lain menjadi sumber pemikiran sesat ini dan itu, mengada-adakan bid'ah dan perkara baru, atau punya pendirian yang menyempal! Jelas itu semua merupakan kebatilan murni! [a]

Iftiraq (perpecahan) itu sendiri mulai terjadi setelah Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu terbunuh. Pada masa kekhalifahan Utsman, belum terjadi perpecahan yang serius. Namun ketika meletus fitnah di antara kaum muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, barulah muncul kelompok Khawarij dan Syi'ah. Sementara pada masa kekhalifahan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu dan Umar Radhiyallahu 'anhu, bahkan pada masa kekhalifahan Utsman Radhiyallahu 'anhu, belum terjadi sama sekali perpecahan yang sebenarnya.

Selanjutnya, para sahabat justru melakukan penentangan terhadap perpecahan yang timbul. Janganlah dikira para sahabat mengabaikan atau tidak tahu menahu tentang fenomena negatif ini. Dan jangan pula disangka mereka kurang tanggap terhadap masalah perpecahan ini, baik seputar masalah pemikiran, keyakinan, pendirian maupun perbuatan. Bahkan mereka tampil terdepan menentang perpecahan dengan gigih. Mereka telah teruji dengan baik dalam sepak terjang menghadapi perpecahan tersebut dengan segala tekad dan kekuatan. Akan tetapi ketentuan Allah pasti terjadi!

Tokoh-Tokoh Ahli Bid'ah

Setelah berbicara tentang sejarah perpecahan umat, ada baiknya kita lanjutkan pembicaraan tentang asal usul bid'ah. Guna mengetahui tokoh-tokoh pencetus kelompok-kelompok sesat yang merupakan biang perpecahan. Yaitu oknum-oknum yang mengusung bid'ah tersebut hingga menjadi pemimpin-pemimpin sesat sampai hari Kiamat. Hingga sepeninggal mereka, terbuka lebarlah pintu perpecahan, semakin bertambahlah orang-orang yang menyesatkan. Di antara oknum-oknum tersebut ialah.

[1] Pelopor perpecahan : Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi, seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam. berikut pengikut dan konco-konconya. Ide kotornya pertama kali muncul sekitar tahun 34H. Ibnu Sauda' ini memadukan antara bid'ah Khawarij dan Syi'ah.

[2] Setelah itu Ma'bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80H) meluncurkan pemikiran bid'ah seputar masalah takdir sekitar tahun 64H. Ia menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesat itu terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang yang mengikutinya juga banyak. Namun bid'ahnya ini mendapat penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.

[3] Kemudian muncullah Ghailan Ad-Dimasyqi yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar tahun 98H. Dan juga dalam masalah ta'wil, ta'thil (mengingkari sebagian siaft-sifat Allah) dan masalah irja[1] Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan bagi ahli bid'ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari bid'ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid'ahnya. Ghailan ini akhirnya dibunuh setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105H.

[4] Setelah itu muncullah Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H). Ia mengembangkan pendapat pendapat sesat itu. Dan meracik antara bid'ah Qadariyah dengan bid'ah Mu'aththilah[2] dan ahli ta'wil. Kemudian ia menyebarkan pemikiran rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja'd ini dan menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras.

Maka semakin banyak kaum muslimin yang terkena racun pemikirannya, para ulama memutuskan hukuman mati atasnya demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja'd ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai menunaikan shalat 'Idul Adha : "Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham, karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara ...... dan seterusnya". Kemudian beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 124H.

[5] Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid'ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru. Akibat ulahnya muncullah bid'ah Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja'd, bahkan ia menambah lagi dengan bid'ah ta'thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid'ah ta'wil, bid'ah irja', bid'ah Jabariyah[3], bid'ah Kalam[4], tidak meyakini Allah bersemayam di atas Arsy, menolak sifat Al-'Uluw (yang maha tinggi) bagi Allah, menolak ru'yah[5]. Al-Jahm dihukum mati pada tahun 128H

[6] Dalam waktu yang bersamaan, munculah pula Washil bin Atha' dan Amr bin Ubeid. Mereka berdua meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu'tazilah Qadariyah.

Setelah itu terbukalah pintu perpecahan. Kelompok Rafidhah mulai berani menyatakan terang-terangan aqidah dan keyakinannya. Kemudian sekte Syi'ah ini terpecah belah menjadi beberapa golongan. Lalu muncullah kaum Musyabbihah[6] dari kalangan Syi'ah melalui tokoh-tokohnya seperti Daud Al-Jawaribi, Hisyam bin Al-Hakam, Hisyam bin Al-Jawaliqi dan lain-lain. Mereka itulah peletak dasar ajaran Musyabbihah dan pelopornya. Mereka juga termasuk pengikut ajaran Syi'ah.

Kemudian muncullah Al-Mutakallimun (Ahli Kalam) seperti Al-Kullabiyah[7], Al-Asy'ariyah[8] dan Al-Maturidiyah. Lalu muncul pula aliran-aliran sufi dan ahli-ahli filsafat. dengan demikian, pintu perpecahan terbuka luas bagi setiap orang sesat, ahli bid'ah dan pengiku hawa nafsu. Sehingga tertancaplah dasar-dasar perpecahan di antara kaum muslimin sekarang ini.

Sampai hari ini, ekses-ekses perpecahan masih terlihat di antara kaum muslimin. Bahkan terus bertambah dengan muculnya bid'ah-bid'ah dan penyimpangan-penyimpangan baru di samping perpecahan yang sudah ada, sejalan dengan hawa nafsu manusia yang sudah begitu akrab dengan bid'ah kesesatan.

Sebagian orang mengira bahwa kelompok-kelompok bid'ah ini sudah sirna dan sudah menjadi koleksi sejarah masa lalu. Entah karena kejahilan mereka atau karena pura-pura tidak tahu! Asumsi seperti itu jelas keliru. Setiap golongan sesat yang besar dan berbahaya di masa lalu masih tetap ada sampai sekarang di tengah-tengah kaum muslimin. Bahkan semakin banyak, semakin berbahaya dan semakin menyimpang. Rafidhah dengan sekte-sektenya yang batil serta golongan Syi'ah lainnya, Khawarij, Qadariyah, Mu'tazilah, Jahmiyah, Ahli Kalam, Kaum Sufi dan Ahli Filsafat, masih berusaha menyesatkan umat. Bahkan mereka mulai berani menampakkan taring, mempromosikan aqidah mereka dengan cara yang lebih keji dari pada sebelumnya. Karena pada hari ini mereka mengklaim ajaran mereka sebagai ilmu pengetahun, wawasan dan pemikiran. Disamping minimnya pemaham kaum muslimin tentang agama mereka dan kejahilan mereka tentang aqidah yang benar. Cukuplah Allah sebagai pelindung kita, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.

_________
[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu ashabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]
_________
Foote Note
[a] Termasuk di antara kebatilan tersebut ialah klaim sebagian kaum sufi bahwa asal-usul bid'ah mereka adalah para shabat Ahlu Suffah Radhiyallahu anhu ajma'in. Sekali-kali tidak demikian ! Bahkan sebaliknya, kita katakan kepada mereka, "Teladanilah sunnah sahabat Ahlus Suffah tersebut jika kalian orang-orang yang benar!".
[1] Pemikiran bahwa Iman itu statis, tidak bertambah dan tidak berkurang
[2] Orang-orang yang menolak sifat-sifat Allah
[3] Radikal dalam penetapan takdir hingga meyakini bahwa manusia tidak ikhtiar dalam amal perbuatannya
[4] Yaitu meyakini bahwa Al-Qur'an adalah mahluk bukan Kalamullah
[5] Yaitu menolak meyakini Allah dalat dilihat kaum mukminin di Surga pada hari Kiamat
[6] Musyabbihah adalah orang-orang yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluknya
[7] Pengikut Ibnu Kullab. Inti aqidah mereka ialah hanya menetapkan beberapa sifat Allah saja yang menurut mereka dapat diterima falsafah akal mereka.
[8] Pengikut Abul Hasan Al-Asy'ari yang inti aqidah mereka sama dengan Al-Kullabiyah dengan sedikit perbedaan-perbedaan


Fitnahnya Dakwah Syaithan

Oleh : Syaikh Muhammad bin Musa bin Nashr


Allah Subhanahu wa Ta`ala telah mengutus nabi-Nya dan sekaligus pilihan-Nya, Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam dengan membawa hidayah dan agama yang benar, supaya Dia memenangkannya di atas segala agama. Maka Allah mengutus beliau untuk seluruh manusia supaya memberi kabar gembira bagi orang-orang yang mau taat dan memberi ancaman bagi mereka yang menolak. Allah menegakkan hujjah dan menerangkan jalan yang lurus, untuk membinasakan orang-orang yang menolak burhan (keterangan itu), dan untuk menghidupkan orang-orang yang mau menerima keterangan itu hingga beliau meninggalkan umat ini di atas syariat yang malamnya seperti siangnya.

Tidak akan menyeleweng seorang pun daripadanya kecuali ia akan binasa, dan tidak akan menolak seorang pun daripadanya kecuali dia akan sesat! Umat ini tidaklah ditinggalkan Rasulullah dalam keadaan kebingungan, tidak tahu jalan, seperti seekor unta yang buta yang tidak bisa melihat mukanya sendiri. Tidak mengetahui antara yang hak dan yang batil, tidak tahu yang gelap dari yang terang. Tetapi beliau menggambarkan kepada umatnya jalan dan menjelaskannya shirathal mustaqim. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al-An'am: 153)

Oleh karena itu beliau menjelaskan amaliyah manhaj ini.

"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membuat garis lurus dengan tangannya, lalu menggaris garis-garis sebelah kanan dan kiri kemudian membaca ayat (surat Al-An'am 153) kemudian meletakkan tangannya di atas jalan yang lurus dan kata beliau: inilah jalan Allah, dan yang ini adalah jalan-jalan lain, tiada satu jalanpun daripadanya melainkan di atasnya ada setan yang menyeru kepadanya." (HR. Nasai, Darimi dll, As-Syaikh Al-Albani menyatakan sanadnya HASAN)

Maka jalan Allah adalah satu, tidak ada duanya (terbilang). Sedangkan jalan-jalan syetan dari kalangan manusia dan jin ini banyak dan bermacam-macam. Mereka semua bertemu dan berkumpul saling bantu-membantu dalam satu kekuatan walaupun jumlah mereka dan keadaannya bermacam-macam. Tetapi mereka memiliki kesamaan warna dan perangai, karena agama kekafiran adalah satu, apapun warna dan rupa, walaupun memakai baju dari kulit domba. Ketika Allah menyebut tentang "nur" yakni Al-Haq, Dia menyebut dengan lafal mufrad (tunggal). Sementara ketika Allah menyebutkan "zhulumat" (kegelapan) yakni isyarat kepada kejahatan (kesesatan) dan simbol-simbolnya, Dia menyebut dengan bentuk jamak (banyak). Apakah kalian tidak mendengar firman Allah:

"Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan berbagai kegelapan dan cahaya, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka." (Al-An'am: 1)
Yang dimaksud nur dalam ayat ini adalah shirathal mustaqim yang diperintahkan kepada kaum muslimin bahkan diwajibkan siang maupun malam untuk selalu minta petunjuk (shirathal mustaqim) kepada Rabbnya dan agar selalu istiqamah atas jalan itu sampai bertemu Tuhannya. Karena barang siapa menyimpang dari jalan itu, berarti terjatuh (ke kanan atau ke kiri) yang maknanya terjatuh ke dalam as-subul (jalan-jalan) yang sumbernya dari dua jalan:

Pertama, jalan orang-orang yang dilaknat (Yahudi).

Kedua, adalah jalan mereka yang sesat (Nasrani). Allah berfirman:

"Tunjukanlah kami kejalan yang lurus, yakni jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat." (Al-Fatihah: 6-7)

Dan telah dijelaskan pula martabat orang-orang yang mereka telah diberi nikmat:

"Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi-Nabi,para shaddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih. Mereka itulah teman yang paling baik." (An-Nisa: 69)

Barangsiapa mentaati Allah dan Rasulullah niscaya akan dikumpulkan bersama mereka semua, mudah-mudahan Allah menyatukan dan mengumpulkan kita bersama mereka, dengan karunia, rahmat dan karamah-Nya.

Apabila kita memperhatikan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: "Tiada satu jalan pun melainkan di atasnya ada syetan yang menyeru kepadanya (pada dirinya)", ini menunjukkan kepada jalannya para pemimpin-pemimpin yang sesat dan tokoh-tokoh yang kafir yang mengajak kepada orang-orang untuk mengagungkan dirinya dan menanamkan manhaj mereka yang rusak dan pemikiran mereka yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:

"Dan kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami ikutkan laknat kepada mereka di dunia ini. Dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah)." (Al-Qashash: 41-42)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya:
"Para da'i yang mengajak ke pintu-pintu neraka Jahannam, barangsiapa mengikuti mereka, niscaya dilemparkan ke dalamnya. Para shahabat bertanya: dari kalangan kita wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Sesungguhnya mereka dari anak-anak yang mempunyai kulit sama dengan kita dan mereka berbahasa dengan bahasa kita." (HR. Bukhari dan Muslim) Dan sungguh! Mereka (para da'i) itu telah bermunculan di mana-mana dan banyak sekali di jaman ini. Mudah-mudahan Allah tidak memperbanyak mereka.

Oleh karena itu, wahai da'i Islam, sabar dan tetaplah di atas shirathal mustaqim dengan mengikuti kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dengan mengikuti pemahaman para pendahulu umat ini (Salafus Shalih) baik dalam hal iman, ilmu, amal shalih serta akhlak mereka. Kemudian berlepas diri dari pemimpin-pemimpin kafir. Sampai Allah mengkokohkan bagi kaum mukminin di muka bumi dan Dia kelak memanggilnya pada suatu hari di mana kaum mukminin akan diberi kebahagiaan dengan pertolongan-Nya. Dengan keperkasaan-Nya, Allah akan berikan yang demikian itu kepada kaum mukminin. (Al-Ashalah edisi Sya'ban 1413 H, hal. 16-17)

Selanjutnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sungguh telah mengkabarkan bahwa umat ini (Islam) akan terpecah menjadi beberapa golongan (kelompok). Bahwa umat ini akan mengikuti sunnah umat-umat sebelum, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

"Sungguh kamu akan mengikuti sunnah (cara hidup) orang-orang sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan seandainya mereka memasuki lubang biawak pun, tentu kamu akan mengikutinya. Para shahabat bertanya: Apakah (yang dimaksud) Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab: Siapa lagi kalau bukan mereka!" (HR. Bukhari)

Dan kalau kita meneliti kepada ushul firqah yang sesat niscaya akan kita dapati didalamnya bahwa ushul-ushul mereka itu merupakan cabang-cabang (kalau tidak) dari Yahudi, pasti dari Nashara.

Dan juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah mengkabarkan bahwa perselisihan dalam umat ini keadaannya lebih banyak dan lebih dahsyat daripada perselisihannya Yahudi dan Nashara. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam:
"Akan berpecah belah Yahudi dan Nashara menjadi 72 golongan dan akan berpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya di neraka kecuali satu. Shahabat bertanya: Siapakah mereka ya Rasulullah? Beliau menjawab: mereka itu adalah orang-orang yang mengikuti aku dan para shahabat lakukan hari ini." (HR. Tirmidzi dan Thabrani, HASAN)

Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Kita telah saksikan perpecahan dan perselisihan ini. Nampak di depan kita dengan terangnya bahwa setiap kali datang (berganti) atas manusia dari masa ke masa, terlihat bahwa mereka berselisih dan berpecah lebih banyak dan lebih parah dari sebelumya. Dan untuk menghadapi keadaan yang demikian, Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menuntunkan kepada kita dengan sabdanya:

"Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kamu setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafa'ur rasyidin. Mereka adalah orang-orang yang telah mendapat petunjuk setelahku dan gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan hati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap yang baru adalah bid'ah." (HR. Ibnu Abi Ashim, Al-Albani mengatakan SHAHIH)

Para shahabat yang masih hidup memahami kemungkinan adanya berbagai perselihan itu. Munculnya Khawarij, Mu'tazilah, dan Rafidhah dan kenyataan penyimpangan-penyimpangan itu merupakan tanda-tanda yang menunjukkan kebenaran terhadap hadits di atas. Namun demikian Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah melihat penyakit ini dan kemudian mengkaburkannya. Maka, supaya terhindar dari penyakit ini obatnya adalah berpegang terhadap kitabullah dan sunnah Rasul dengan pemahaman salafus shalih. Yang demikian itu telah ditegaskan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam supaya mengikuti sunnah Khulafa'ur Rasyidin karena sunnah mereka tidak akan keluar dari sunnah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. 

Mereka senantiasa tegak dengan kebenaran, selalu berbicara dengan kebenaran. Dan dengan mereka (para shahabat) kebenaran telah tegak dan berkumandang. Allah Subhanahu wa Ta`ala telah memilih mereka menjadi shahabat-shahabat Nabi-Nya shallallahu `alaihi wa sallam yang Allah telah ridha kepada mereka dan mereka telah ridha terhadap keputusan Allah. Membuat perkara baru dalam agama merupakan sumber dan pokok kerusakan. Dan hal ini telah diperingatkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dengan sabdanya:

"Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru dalam agama, karena setiap yang baru adalah bid'ah dan yang bid'ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi: HASAN SHAHIH)

Sebagian da'i menyangka (dengan sangkaan yang bathil) bahwa sesungguhnya kebanyakan jamaah dakwah nampak dalam keadaan sakit. Maka aku katakan kepadanya: bahwa kebanyakan jamaah-jamaah yang nampak sakit itu, menunjukkan bahwa mereka telah banyak berselisih. Semua perselisihan itu jelek dan setiap yang jelek tidak akan mendatangkan kebaikan! Apalagi sebagian jamaah-jamaah itu mempunyai ajaran-ajaran yang ekornya bersumber dari firqah-firqah yang sesat, seperti: mengkafirkan kaum muslimin yang berbuat maksiat dan dosa, mengingkari hadits ahad, menolak sunnah dan atsar dengan akal dan hawa nafsu, meniadakan asma' dan sifat Allah dll. Dan jamaah-jamaah ini di dalamnya ada perkara-perkara hak dan batil. Setiap apa saja yang dekat kepada al-haq berarti dekat kepada shirathal mustaqim dan setiap apa saja yang menjauhkan dari al-haq berarti lebih dekat kepada orang-orang yang mengikuti subul (jalan-jalan) yang jumlahnya 72 (firqah yang sesat) sebagaimana telah diperingatkan Rasulullah kepada kita.

Dengan demikian, kita harus mengenali kebatilan, pelaku kebatilan, dan manhaj mereka. Sehingga kita akan selamat (dari kebatilannya) dan kemudian berhati-hati (waspada) terhadap mereka. Sebagaimana kita juga harus mengenali jalannya orang-orang yang telah Allah beri nikmat kepada mereka. Mereka adalah Al-Firqah An-Najiyah (kelompok yang selamat). Dan sesungguhnya yang demikian itu harus berdiri tegak dengan ilmu yang shahih. Berada di atas dalil-dalil yang jelas dan hujjah-hujjah yang gamblang dari Al-Kitab dan As-Sunnah As-Shahihah dengan pemahaman Salafus Shalih.

Yang harus kita fokuskan di sini adalah pemahaman Salafus Shalih sebagaimana yang telah kita sebutkan, karena mereka adalah orang-orang yang tahu cara mengamalkan Al-Qur'an sesuai dengan kenyataan dimana pada waktu itu Nabi masih hidup. Al-Qur'an turun sementara mereka menyaksikannya, sehingga mereka menjadi orang yang dicintai dan diridlai Allah. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pun menjadi saksi atas kebaikan mereka. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

"Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang hidup di masaku, kemudian yang mengikuti mereka (tabi'in) kemudian yang mengikuti mereka (tabi'it tabi'in)." (Muttafaqun alaih)

Perselisihan dalam perkara-perkara aqidah tidak pernah terjadi pada Salafus Shalih. Dan ingat! Jangan sekali-sekali kita menengok kepada pengakuan orang-orang yang mengatakan bahwa para shahabat juga berselisih (ikhtilaf) dalam masalah aqidah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa (6 / 394) berkata: "Semua perkara yang ada di dalam Al-Qur'an yang berkenaan dengan asma' dan sifat, maka tidaklah akan terjadi perselisihan di kalangan para shahabat dalam takwilnya. Dan sungguh aku telah meneliti tafsir-tafsir yang dinukil dari para shahabat dan hadits-hadits. Atas kehendak Allah, aku mencocoki baik dari kitab-kitab besar maupun kecil yang jumlahnya lebih dari 100 tafsir. Saya tidak dapati sampai jaman saya ini, seorang shahabat pun yang mentakwil ayat-ayat sifat dan hadits-hadits yang berkenaan dengan asma' dan sifat, atau menyelisihi makna zhahir ayat. Berbeda dengan perkataannya Ahlu Takwil yang menyimpang itu. Mereka (para shahabat) menerima dan menetapkannya karena tidak ada yang mengetahui makna nama-nama dan ayat-ayat itu kecuali Allah. Dan yang demikian itu telah disebutkan dalam atsar-atsar mereka dan penyebutan tentang perkara-perkara mengenai mereka sangatlah banyak."

Oleh karena itu, harus diluruskan keyakinan manusia dan diperbaiki manhaj mereka dengan asas dakwah para Rasul dan dakwah sunnah yang shahih. Dan kita harus memperbaharui seluruh perkara-perkara syariah yang telah ditinggalkan dan masalah-masalah aqidah harus diutamakan, karena tidak mungkin mengumpulkan manusia sebelum memperbaiki aqidah mereka. Mengumpulkan manusia yang rusak aqidahnya hanyalah akan menimbulkan pertentangan yang tidak bermanfaat. Bahkan justru akan menjadi penghalang turunnya nashrullah (pertolongan Allah). Dan pertolongan-Nya tidak akan diberikan kepada ahli syirik, ahli khurafat dan pemimpin-pemimpin yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:

"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Al-Hajj: 40)

Dengan demikian, wajib bagi kita mengikuti jalan kaum mukminin dan menjauhi jalan-jalan kesesatan (subul) yang Allah dan Rasul-Nya telah memperingatkannya. Dan supaya kita menyelamatkan diri dari tempat-tempat yang akan menjerumuskan kita dari jalan-jalan itu. Hal ini sesungguhnya telah dijelaskan dalam Al-Kitab, As-Sunnah dan juga sejarah. Maka, apakah kita dapat memahaminya? (Al-Ashalah no. 3, 15 Syawal 1413 H.)

*diambil dari milis as-sunnah posting oleh : "M.J. Robbani" <muhjundu@yahoo.com