Bismillah ...

Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56).

“Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thoghut.” (An Nahl: 36).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ta’ala ‘anhu, “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illalloh niscaya masuk surga.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Tauhid adalah perkara yang paling penting dalam agama Islam. Sebagai tujuan diutusnya para Rasul, serta sebagai kewajiban pertama dan terakhir bagi manusia yang berakal.

Pelanggaran terhadapnya adalah bid'ah yang paling besar sebagaiman firman Allah :

“Katakanlah: marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan suatu apapun dengan Dia, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. Al An’am: 151)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kamis, 20 Oktober 2011

Hasan Al-Bashri


zaitun, source : menitijalansunnah.wordpress.com
Disalin dari catatan  Abu Arini Ahmad

Telah datang berita gembira kepada istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Ummu Salamah, bahwa budaknya yang bernama Khairah telah melahirkan seorang bayi laki-laki. Ummul Mukmini hanyut dalam kegembiraa dan wajahnya berseri-seri.
Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pasca melahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu.

Tak lama setelah itu Khairah pun datang dengan bayi di gendongannya. Ketika Ummu Salamah memandangnya, beliau langsung menyukai bayi itu karena wajahnya yang tampan dan cerah, menarik hati siapapun yang memandangnya.

Ummu Salamah bertanya kepada budaknya : "Sudahkah engkau memberikan nama untuknya wahai Khairah?" Khairah menjawab : "Belum, aku ingin andalah yang memilihkan nama untuknya sesuka anda."

Ummu Salamah berkata : "Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah subhanahu wa ta'ala yaitu Hasan." Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi.

Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah shahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab si ayah bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain.

Hasan bin Yassar (yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan Al-Bashri) tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah.

Adapun Ummu Salamah -kalau pembaca belum tahu- adalah seorang wanita Arab yang paling sempurna akalnya, paling banyak keutamaannya dan paling teguh pendiriannya. Beliau adalah istri yang paling luas pengetahuannya dan paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau meriwayatkan sebanyak 387 hadits. Beliau juga termasuk sedikit dari bilangan wanita di masa jahiliyyah yang mampu baca-tulis.

Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau  Khairah, harus keluar rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya. Bila sang bayi menangis karena lapar, maka Ummul Mukminin meletakkan bayi itu di pangkuannya, lalu disusui supaya diam. Karena rasa cintanya terhadap bayi itu, Ummul Mukminin bisa mengeluarkan air susu yang kemudian diminum oleh si bayi hingga merasakan kenyang dan diam dari tangisnya. Dengan demikian kedudukan Ummu Salamah bagi Hasan Al-Bashri adalah sebagai ibu dalam dua sisi.. pertama karena Hasan Al-Bashri adalah seorang dari mukminin sedang Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin. Kedua : Ummu Salamah adalah ibu susuan bagi beliau.
***

Anak ini meraih kesempatan emas untuk bergaul dengan istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebab rumah-rumah mereka berdekatan sehingga ia bisa bermain dari satu rumah ke rumah yang lain. Sudah barang tentu akhlak beliau terwarnai oleh para penghuni rumah itu dan mendapatkan bimbingan mereka.

Seperti yang diceritakan oleh Hasan Al-Bashri sendiri, dia mengisi rumah Ummul Mukminin dengan ketangkasannya yang menyenangkan. Sering dia naik atap rumah lalu berpindah-pindah dengan lincahnya.

Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih (ilmu) yang tersedia di rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada shahabat-shahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy'ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain.

Meski demikian kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Dia mengagumi keteguhan agamaya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya.

Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap disana. Dari sinilah muncul julukan Al-Bashri, yang di nisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang Bashrah.
***

Di saat Hasan Al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pegetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para shahabat dan tabi'in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya.

Hasan Al-Bashri tinggal di Masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas Habru Umati Muhammad (Ustadznya umat Muhammad). Dia mengambil pelajaran tafsir, hadits, qira'ah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya.

Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendatangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Nama Hasan Al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan terkenal di mana-mana.
Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya.
***

Khalid bin Shafwan bercerita : "Aku bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik di daerah Hijaz, beliau berkata : "Wahai Khalid, ceritakan kepadaku tentang Hasan Al-Bashri, aku rasa engkau lebih mengenalnya dari yang lain."

Aku berkata : "Semoga Allah menjaga anda. Saya sebaik-baik orang yang akan memberikan keterangan tentang Hasan Al-Bashri wahai Amir, karena saya adalah tetangga sekaligus muridnya yang setia. Saya lebih mengenal beliau daripada orang Bashrah lainnya. "

Beliau berkata : "Ceritakan apa yang anda ketahui tentangnya." Saya berkata : "Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma'ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukanya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lian. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dia miliki."

Maslamah berkata : "Cukup wahai Khalid, cukup. Bagaimana kaum itu bisa sesat, bila ada orang semisal dia di tengah-tengah mereka?"
***


Ketika Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindaksewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan Al-Bashri termasuk dalam bilangan sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezhaliman penguasa itu secara terang-terangan.

Suatu ketika Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai diundangnya orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan Al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah subhanahu wa ta'ala.

Begitulah, ketika Hasan Al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah : "Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir'aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir'aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj sadar bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya..."

Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti : "Cukup wahai Abu Sa'id, cukup."

Namun Hasan Al-Bashri berkata : "Wahai saudaraku, Allah subhanahu wa ta'ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya."

Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras : "Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Bashrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorangpun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai pengecut!"

Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan Al-Bashri.


Dibawalah Hasan Al-Bashri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan Al-Bashri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim dan kehormatan seorang da'i di jalan Allah.

Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan Al-Bashri, dia berkata ramah: "Silakan duduk di sini wahai Abu Sa'id, silakan..."

Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilakan Hasan Al-Bashri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh wibawa Hasan Al-Bashri duduk di tempat yang telaah disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan Al-Bashri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuan yang luas.

Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata: "Wahai Abu Sa'id, anda benar-benar tokoh ulama yang hebat." Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan Al-Bashri lalu diantarnya sampai dekat pintu.

Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan Al-Bashri berkata: "Wahai Abu Sa'id sesungguhnya Hajjaj memanggil anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika anda masuk dan melihat algojo dan pedangnya yang terhunus, saya lihat anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang anda lakukan ketika itu?"

Beliau berkata: (aku berdo'a) "Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."

Kejadian serupa sering dialami Hasan Al-Bashri berhubungan dengan para wali negeri dan amir, dimana beliau selalu lolos dari setiap kesulitan tanpa menjatuhkan wibawanya dimata para penguasa dengan lindungan dan pemeliharaan Allah subhanahu wa ta'ala.

Setelah wafatnya khalifah yang zuhud, Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan beralih ke tangan Yazid bin Abdul Malik. Khalifah baru ini mengangkat Umar bin Hubairah Al-Farazi sebagai gubernur Irak sampai Khurasan. Yazid ditengarai telah berjalan tidak seperti jalannya kaum salaf yang agung. Dia senantiasa mengirim surat kepada walinya, Umar bin Hubairah agar melaksanakan perintah-perintah yang adakalanya melenceng dari kebenaran.

Untuk memecahkan problem itu, Umar bin Hubairah memanggil para ulama di antaranya Asy-Sya'bi dan Hasan Al-Bashri. Dia berkata: "Sesungguhnya amirul mukminin, Yazid bin Abdul Malik telah diangkat oleh Allah subhanahu wa ta'ala sebagai khalifah atas hamba-hamba-Nya. Sehingga wajib ditaati dan aku diangkat sebagai walinya di negeri Irak sampai daerah Persia. Dia selalu menulis surat perintah yang ada kalanya kupandang tidak adil. Dalam keadaan yang demikian, bisakah kalian memberikan jalan keluar untukku, apakah aku harus mentaati perintah-perintahnya yang bertentangan dengan agama?"

Asy-Sya'bi menjawab dengan jawaban yang lunak dan sesuai dengan jalan pikiran pemimpinnya itu, sedangkan Hasan Al-Bashri tidak berkomentar sehingga Umar menoleh kepadanya dan bertanya : "Wahai Abu Sa'id, bagaimana pendapatmu?"

Beliau berkata: "Wahai ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah subhanahu wa ta'ala bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari murka Allah. Wahai Ibnu Hubairah aku khawatir akan datang kepadamu malaikat maut yang keras dan tak pernah menentang perintah Rabb-nya lalu memindahkanmu dari istana yang luas ini menuju liang kubur yang sempit. Di situ engkau tidak akan bertemu dengan Yazid. Yang kau jumpai hanyalah amalmu yang tidak sesuai dengan perintah Rabb-mu dan Rabb[nya] Yazid."

"Wahai Ibnu Hubairah, bila engkau bersandar kepada Allah dan taat kepada-Nya, maka Dia akan menahan segala kejahatan Yazid bin Abdul Malik atasmu di dunia dan di akhirat. Namun jika engkau lebih suka menyertai Yazid dalam bermaksiat kepada Allah, niscaya Dia akan membiarkanmu dalam genggaman Yazid. Dan sadarilah wahai Ibnu Hubairah, tidak ada ketaatan kepada makhluk, siapapun dia, bila untuk bermaksiat kepada Allah."

Umar bin Hubairah menangis hingga basah jenggotnya karena terkesan mendengarnya. Dia berpaling dari asy-Sya'bi kepada Hasan Al-Bashri, Umar semakin bertambah hormat dan memuliakannya. Setelah kedua ulama itu keluar dan menuju masjid, orang-orang pun datang berkerumun ingin mengetahui berita pertemuan mereka dengan amir Irak tersebut.

Asy-Sya'bi menemui mereka dan berkata: "Wahai manusia, barangsiapa mampu mengutamakan Allah atas makhluk-Nya dalam segala keadaan dan masalah, maka lakukanlah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, semua yang dikatakan Hasan Al-Bashri kepada Umar bin Hubairah juga aku ketahui. Tapi yang kusampaikan kepadanya adalah untuk wajahnya, sedangkan Al-Bashri menyampaikan kata-katanya demi mengharap wajah Allah subhanahu wa ta'ala. Maka akau disingkirkan Allah subhanahu wa ta'ala dari Ibnu Hubairah, sedangkan Al-Bashri didekati dan dicintai..."

Allah memberikan karunia umur kepada Hasan Al-Bashri hingga berusia lebih dari 80 tahun dan telah memenuhi dunia ini dengan ilmu, hikmah dan fiqih. Warisan yang diunggulkannya bagi generasi kini di antaranya adalah kehalusannya yang mampu menyegarkan jiwa dan nasehat-nasehatnya yang mampu menyentuh hati dan menjadi petunjuk bagi mereka yang lalai akan hakikat kehidupan dan dunia serta ihwal manusia dalam menyikapi dunia.

Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang dunia dan keadaannya. Beliau berkata: "Anda bertanya tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila yang satu mendekat, maka yang lain akan menjauh.
Dan bila anda memintaku supaya menggambarkan tentang keadaan dunia ini, maka aku katakan bahwa dunia di awali dengan kesulitan dan di akhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram kan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan."

Adapun jawaban tehadap pertanyaan orang lain tentang keadaannya dan keadaan orang lain dalam menyikapi dunia beliau berkata: "Duhai celaka, apa yang telah kita perbuat terhadap diri kita? Kita telah menelantarkan agama kita dan menggemukkan dunia kita, kita rusak akhlak kita dan kita perbarui rumah, ranjang serta pakaian kita. Bertumpu pada tangan kiri, lalu memakan harta yang bukan haknya.

Makanannya hasil menipu
Amalnya karena terpaksa
Ingin yang manis setelah yang asam
Ingin yang panas setelah yang dingin
Ingin yang basah setelah yang kering

Hingga manakala telah penuh perutnya ia berkata: "Wahai anakku, ambillah obat pencerna."
Hai orang dungu, sesungguhnya yang kau cerna itu adalah agamamu.

Mana tentanggamu yang lapar?
mana yatim-yatim kaummu yang lapar?
Mana orang miskin yang menantikan uluranmu?
Mana nasehat Allah dan Rasul-Nya?

Kalau saja engkau sadari hisabmu. Tiap kali terbenam matahari, berkuranglah satu hari usiamu dan lenyaplah sebagian yang ada padamu.
***


Kamis malam bulan Rajab 110 H, Hasan Al-Bashri pergi memenuhi panggilan Rabbnya. Pagi harinya menjadi pagi duka cita bagi kota Bashrah.
Jenazahnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan setelah shalat Jum'at di masjid Jami' Bashrah, masjid dimana beliau menghabiskan banyak waktu hidupnya, belajar dan mengajar serta menyeru ke jalan Allah.

***

*Untuk menambah keterangan tentang Hasan Al-Bashri lihatlah :
  1. Thabaqaat Al-Kubra Ibnu Sa'ad 7/156, 179, 182, 188, 195, 197, 202 dan halaman lain (lihat daftar isi kitab tersebut pada jilid terakhir).
  2. Shifatu Ash-Shofwah Ibnu Al-Jauzi 3/233-237 (Cetakan Daar An-Nasyir bi Halb).
  3. Hilyatu Al-Auliya' Al-Shifatu Ash-Shofwah Ibnu Al-Jauziahani 2/131-161.
  4. Tarikh Khalifah Ibnu Khayyath 123, 189, 287,331, 356.
  5. Wafiyaat Al-'Ayaan Ibnu Khulkan 1/354-356.
  6. Syazarat Adz-Dzahab 1/138-139.
  7. Mizaan Al-I'tidal 1/254 dan setelahnya.
  8. Amali Al-Murtadha 1/152, 153, 158, 160.
  9. Al Bayaan wa At-Tabyiin 2/173 dan 3/144.
10.  Al Muhabbar oleh Muhammad bin Hubaib 235, 278.
  1. Kitab Al-Wafiyaat Ahmad binHasan bin Ali bin Al-Khatib 108, 109.
12.  Al-Hasan Al-Bashri oleh Ihsan Abbas.

Disalin dari buku :
"Mereka adalah para TABI'IN, kisah-kisah paling menakjubkan yang belum tertandingi hingga hari ini"

Penerbit :
At-Tibyan

Judul Asli :
Shuwaru min Hayati At-Tabi'in

Penulis : DR. Abdurrahman Ra'fat Basya

0 komentar:

Posting Komentar

bismillah ...

saya akan sangat berterimakasih apabila anda berkenan membaca arikel di blog ini sampai tuntas dan kemudian meninggalkan jejak cinta dengan memposting komentar yang sopan dan sesuai dengan tema...

mohon ma'af karena komentar akan saya moderasi terlebih dahulu demi kenyamanan bersama ...