Oleh : Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali
Sesungguhnya termasuk hal yang sangat menggembirakan, kita bisa bersua kembali dalam masjid ini, di universitas ini, di tengah saudara-saudara kami, kita bersatu dikalimat yang sama, yaitu kalimat tauhid dan di atas kebesaran Islam. Tema kita di pagi hiri yang cerah ini ialah kebesaran milik Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman. Maksudnya, kebesaran hanya milik Islam semata.
Dalil-dalil yang menunjukan bahwa kejayaan hanya milik Allah, RasulNya dan kaum muslimin serta Islam banyak sekali. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahui. [Al-Munafiqun : 8]
Ayat ini menegaskan bahwa kejayaan hanya milik Allah, RasulNya dan kaum mukminin.
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَن يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
Janganlah kamu merasa lemah dan meminta perdamaian, padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu. [Muhammad : 35]
Dan sudah di ketahui bagi orang yang mendalami Al-Quran, ia menetapkan bahwa kalimatullah adalah paling tinggi, sedangkan kalimat orang kafir berada dalam tingkat yang paling rendah. Jadi kebesaran milik Islam dalam kitabullah. Demikian juga, hal ini di tegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga pernyataan dari generasi salaf, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لَا يَنْبَغِي لِمُسْلِمٍ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ
Tidak selayaknya seorang mukmin menghinakan dirinya” [Hadits Riwayat Ahmad]
Ini dalil agar setiap muslim merasa mulia dengan agamanya. Karena Islam mengajarkan al ‘izzah kepadanya.
Perhatikan dialog antara Abu Sufyan yang masih dalam kekufurannya -padawaktu itu- dengan Umar bin Khaththab, tatkala kaum musyrikin mendapatkan kemenangan dalam perang uhud.
Abu Sufyan berkata: Agungkanlah Hubal, kemudian nabi memerintahkan Umar bin Khaththab untuk menyanggah dengan (perkataan) : ”Allah lebih besar dan lebih tinggi”.
Ini merupakan sebagian dalil dari al kitab dan as Sunnah yang menunjukan bahwa izzah (kebesaran) hanya milik Allah, RasulNya dan Islam.
Apabila kita telah mengetahui bahwa kebesaran itu milik Islam, apakah yang dimaksud dengan izzah dalam Islam, dan bagaimana Islam bisa mengangkat kaum muslimin dari konsep kebesaran jahiliyah menuju kosep izzah imani. Renungkanlah ayat ini, kita lihat dan bandingkanlah. "Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui” [Al–Munafiqun : 8]
Lihatlah, Abdullah bin Ubay bin Salul, pimpinan kaum munafqin dalam perang bani Musthaliq. Setelah orang-orang pulang dari perang tersebut –termasuk Rasulullah- dia memunculkan ide penyebaran hadits ifk (berita palsu). Dia menuduh ummul mukminin ash Shiddiqah bin ash Shiddiq (‘Aisyah) dengan tuduhan zina. Wal iyyadzu billah.
Lihatlah, ia mengalihkan peperangan ke rumah beliau, pada kehormatan beliau. Dalam suasana panas penuh isu, simpang-siur sarat berita bohong, orang munafik ini ingin memanfaatkan kesempatan ini, atau ingin menghantam beliau, atau ingin memancing dalam air keruh.
Pada situasi demikian ia mengatakan: لَئِن رَّجَعْنَآ إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ اْلأَعَزُّ مِنْهَا اْلأَذَلَّ (Sesungguhnya jika telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah darinya). Yang ia maksud dengan orang yang kuat adalah dia sendiri. Sedangkan yang ia maksud orang yang lemah adalah Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah konsep izzah dalam kaca mata jahiliyah, membanggakan diri, membanggakan kedudukan sosial, dengan nasab, nenek moyang, golongan, banyaknya pengikut, banyaknya harta, dengan jabatan dan harta. Inilah izzah menurut jahiliyah.
Dalam masalah berita palsu ini, Allah tidak membiarkan ada orang yang membantah para penyebar isu berita palsu tersebut. Yang membantah adalah langsung Allah sendiri. Allah merehabilitasi nama baik Ummul Mukminin dalam sebelas ayat pertama dari surat An-Nur. Sementara di dalam surat Al-Munafiqin, Allah membantah Abdullah bin Ubay bin Salul (dengan firmanNya).
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui” [Al-Munafiqun : 8]
Firman Allah ini seolah-olah mengatakan, tidak ada kebesaran kecuali milik Allah. Dialah yang maha perkasa dan bijak, Maha kuat dan perkasa.Tidak ada kebesaran, kecuali milik Allah. Tidak ada kejayaan, kecuali bersama dengan Allah.
Siapa saja yang tergantung dengan yang maha kuat, niscaya ia menjadi insan yang kuat. Oleh karena itu, Rasulullah berpegang dengan Allah, sehingga ia menjadi kuat. Dan demikian pula dengan kaum mukminin, mereka berpegang kepada Allah dan RasulNya, mereka menjadi insan–insan yang kuat.
Inilah makna izzah dalam kosep imani, bangga diri dengan agama, dengan Allah, Rasul, amal shalih, ilmu yang bermanfaat, serta dakwah kepada Allah. Lihatlah, bagaimana konsep Islam mengangkat manusia dari permukaan bumi menuju ketinggian izzah. Menuju tingginya tekad. Kendatipun jasad-jasad mereka bersentuhan dengan yang ada di bumi, tetapi jiwa-jiwa mereka terikat dengan malail a’la (majlis yang paling tinggi), dengan kenikmatan-kenikmatan yang ada di sisi Allah. Jadi izzah milik Islam.
Apakah (yang menjadi) sumbernya?
Sudah kami katakan tadi, bahwa tidak ada kebesaran kecuali milik Allah. Dan siapa saja yang bersama dengan yang maha perkasa, ia menjadi perkasa Dan siapa saja yang mencari kejayaan dengan selain Allah, niscaya akan hina.
Faktor paling besar yang mendukung kukuhnya izzah ini, adalah aqidah Islamiyyah. aqidah ini bertumpu pada tauhidullah (mentauhidkan Allah), terhadap dzatNya, tindakan-tindakanNya dan asma wa sifatNya,Tidak ada dzat yang berhak di sembah kecuali Allah. Karena itu, barang siapa menyambah Allah, ia menjadi insan yang perkasa. Dan orang yang meyekutukan Allah, akan menjadi manusia hina. Allah-lah yang mengangkat derajat atau menghinakan seseorang. Allah berfirman .
وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ
Dan Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. [Ali–Imron : 26]
Barang siapa konsisten pada aqidah yang benar dan tauhid yang lurus, niscaya Alloh akan memuliakannya dengan aqidah dan agama ini. Dan barang siapa yang menyimpang darinya, hendaknya tidak mencela kecuali dirinya sendiri saja.
Faktor lain yang juga dapat mewujudkan ‘ izzah adalah manhaj. Oleh karena itu, Alloh berfirman.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal sholeh dan berkata : “Sesungguhnya aku termsuk orang–orang yang berserah diri.” [Fushiliat : 33]
Lihatah, setelah ia berpegangan dengan manhaj dan dakwah, kemudian mempunyai rasa bangga dengan agama. Dia mengumandangkan suaranya, bahwa ia seorang muslim, termasuk yang bertauhid kepada Allah dan mengikuti Allah dan RasulNya. Firman Allah :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا
(Dan siapakah yang lebih baik perkataannya …), maka jawabannya, tidak ada seorang pun yang lebih baik darinya. Dalam ayat ini Allah mengikat dakwah dengan manhaj. Baru kemudian mengerjakan amalan shalih. Setelah itu, akhirnya ia bangga dengan Islam.
Oleh karena itu, berkaitan dengan syarat diterimanya amalan shalih, ada syarat sah dan syarat kamal (kesempurnaan).
Tentang syarat sah diterimanya amal adalah ikhls bagi Allah dan ittiba’ kepada Nabi. Sedangkan syarat kesempurnaannya amal ialah.
Pertama : Seseorang harus menggenggam agamanya dengan kuat. Allah berfirman.
يَا يَحْيَىٰ خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
Hai, Yahya. Ambillah Al–Kitab (Taurat) itu dengan sungguh–sungguh. [Maryam : 12]
Allah berfirman :
خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ
"Pegangilah dengan teguh apa yang Kami berikan kepadamu” [Al–Baqarah : 63]
Dan yang dimaksud dengan quwwah ini adalah berbangga diri dengan agama Islam.
Kedua : Tidak malas beramal shalih dan menyegerakan diri dalam mengerjakan amal kebaikan maupun ketaatan.
Sumber kemuliaan Islam yang lain, yaitu menjadi seorang muslim yang mempunyai ciri khas tersendiri dalam aqidah, cara–cara beribadah, penampilan lahiriah atau batiniah.
Dalam seluruh aspek, seorang muslim memiliki ciri khas tersendiri. Umat Islam memiliki nilai istimewa dengan menonjolnya kebaikannya. Allah berfirman :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” [Al–Imran : 110]
Memiliki nilai tersendiri sebagai umat yang adil dan pilihan. Allah berfirman :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kami (umat Islam), sebagai umat yang adil dan pilihan” [Al–Baqarah : 143]
Mereka menjadi saksi–saksi Allah di bumi. Lihatlah nilai istimewa yang dimiliki kaum Muslimin dalam ayat.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang–orang yang telah Engkau anugerahkan kenikmatan kepada mereka, bukan (jalan) yang dimurkai Allah (yaitu : Yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (yaitu : Nashara” )" [Al–Fatihah : 6–7]
"Tunjukilah kami wahai Rabb ke jalan yang benar dan lurus, bukan jalan orang–orang yang dimurkai Allah, yaitu kaum Yahudi. Juga bukan jalan orang–orang yang sesat, yaitu kaum Nashara. Seorang muslim berbeda dengan Yahudi dan Nashara, penganut agama dan golongan lain. Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salaam melarang tasyabbuh (berserupa) dengan orang–orang kafir. Larangan itu tertuang dalam nasihat beliau yang sangat mengagumkan.
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Aku diutus dengan pedang, saat hari Kebangkitan sudah dekat, supaya Allah saja yang disembah. Ditimpakan kehinaan dan kerendahan pada orang yang menentang perintahku. Rezekiku ditetapkan berada di bawah ujung tombak. Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, niscaya ia termasuk dari mereka” [Hadits Riwayat Ahmad]
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ
“Aku diutus dengan pedang saat hari Kebangkitan sudah dekat, supaya Allah saja yang disembah”
Ini adalah ‘izzatul Islam. Kita memperjuangkan Islam sampai orang–orang menyembah Pencipta mereka. Kita berjuang untuk mengeluarkan orang–orang dari kegelapan menuju cahaya. Kita memperjuangkan Islam dengan kata–kata, dakwah, dengan hujjah dan burhan sebelum memasuki perjuangan dengan pedang, di setiap tempat dan moment.
Kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa salaam mengatakan :
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ
0 komentar:
Posting Komentar
bismillah ...
saya akan sangat berterimakasih apabila anda berkenan membaca arikel di blog ini sampai tuntas dan kemudian meninggalkan jejak cinta dengan memposting komentar yang sopan dan sesuai dengan tema...
mohon ma'af karena komentar akan saya moderasi terlebih dahulu demi kenyamanan bersama ...