Bismillah ...

Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56).

“Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thoghut.” (An Nahl: 36).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ta’ala ‘anhu, “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illalloh niscaya masuk surga.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Tauhid adalah perkara yang paling penting dalam agama Islam. Sebagai tujuan diutusnya para Rasul, serta sebagai kewajiban pertama dan terakhir bagi manusia yang berakal.

Pelanggaran terhadapnya adalah bid'ah yang paling besar sebagaiman firman Allah :

“Katakanlah: marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan suatu apapun dengan Dia, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. Al An’am: 151)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sabtu, 21 April 2012

Al Imam Asy Syafii Rahimahullah Dan Keimanannya Tentang Ketinggian Allah

Oleh Abu Asma Andre

Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'i rahimahullah - siapa yang tidak mengenal beliau ? kemasyhuran dan pembelaannya terhadap sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sudah masyhur dan maklum.

Al Imam Al Suyuthi rahimahullah meriwayat dalam kitabnya - Miftahul Jannah - hal 5 ( yang saya pegang cetakan Jami'ah Islamiyyah Madinah An Nabawiyyah, tahun 1409 H ) :
روى الإمام الشافعي رضي الله عنه يوما حديثا وقال إنه صحيح فقال له قائل: أتقول به يا أبا عبد الله؟، فاضطرب وقال: "يا هذا أرأيتني نصرانيا؟ أرأيتني خارجا من كنيسة؟ أرأيت في وسطي زناراً؟ أروي حديثاً عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا أقول به".
Diriwayatkan dari Al Imam Asy Syafi'i radhiallahu anhu : pada suatu hari beliau menyampaikan sebuah hadits dan menshahihkannya, kemudian ada seseorang yang berkata : " Apakah engkau berpendapat dengannya ? " Maka terdiam sejenak Imam Asy Syafi'i dan berkata : " Wahai anda, apakah engkau mengira aku ini nashrani ? atau engkau pernah melihat aku keluar dari gereja, atau engkau pernah melihatku memakai ikat pinggang majusi ? aku ini hanya menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, dan aku tidak berpendapat dengannya ? "

Maka jelas bagaimana sikap Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah, dimana beliau apabila menshahihkan sebuah hadits itulah yang menjadi pendapat beliau dan beliau berpegang teguh dengannya, dan beliau mencela orang yang menyelisihi hadits dengan pendapatnya dan perasaannya.

Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah memiliki kitab agung yang beliau beri judul Ar Risalah, dimana isi kitab ini merupakan kumpulan dari berbagai macam ilmu, diantara hal yang jarang diungkap dari kitab ini, bahwasanya Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah menetapkan didalamnya bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala beristiwa diatas arsy dan menjadikan bahwasanya diantara alamat keimanan seseorang adalah mengimani seluruh hadits - hadits Rasulullah shalallahu alahi wa sallam, berikut nukilannya :

وقال * (إنما المؤمنين الذين آمنوا بالله ورسوله وإذا كانوا معه على أمر جامع لم يذهبوا حتى يستأذنوه) *  فجعل كما ابتداء الايمان الذي ما سواه تبع له
الايمان بالله ورسوله فلو آمن عبد به ولم يؤمن برسوله لم يقع عليه اسم كمال الايمان أبدا حتى يؤمن برسوله معه  وهكذا سن رسوله في كل من امتحنه للايمان

أخبرنا مالك عن هلال بن أسامة عن عطاء بن يسار عن عمر بن الحكم قال " أتيت رسول الله بجارية فقلت يا رسول على رقبة أفأعتقها فقال لها رسول الله أين الله فقالت في السماء فقال ومن أنا قالت أنت رسول الله قال فأعتقها

Dan berkata ( Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah ) : ( Allah subhanahu wa ta'ala berfirman ) :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَى أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوهُ
" Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. " ( QS An Nuur : 62 ).

Dengan ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kesempurnaan dari awal sebuah keimanan,sedangkan yang lain mengikutinya, yaitu iman kepada Allah kemudian iman kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seseorang beriman kepada Allah lalu tidak beriman kepada Rasul-Nya maka imannya itu selamanya kurang, dan tidaklah diberikan kepadanya penamaan dari kesempurnaan iman, sampai dia beriman kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, demikian pula Rasulullah shalallahu alahi wa sallam menetapka itu bagi setiap orang yang diujinya untuk diketahui apakah orang itu benar - benar beriman atau tidak.

Telah mengkhabarkan kepada kami Malik ( Imam Malik - pent ) dari Hilal bin Usamah dari Atha bin Yassar dari Umar bin Hakim berkata : " Didatangkan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam seorang budak perempuan, kemudian aku berkata : " Wahai Rasulullah, aku ingin memerdekakannya. " Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya ( budak perempuan tersebut ): " Dimana Allah ? " Dijawab olehnya : " Dilangit. ", kemudian Rasulullah shalallahu alahi wa sallam berkata : " Siapa saya ? " Budak tersebut menjawab : " Engkau adalah Rasulullah. " Maka bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : " Merdekakan dia." ( Ar Risalah hal 75 no 238 - 242, yang saya pegang dengan penjelasan dan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah cet tahun 1409 H  - dan covernya ada di foto status )

Maka hal ini mengandung beberapa kesimpulan :
1. Al Imam Asy Syafi'i berhujjah dengan hadits jariyyah ini untuk menetapkan status keimanan seseorang.
2. Bahwasanya jelas tampak didalam hadits ini ketika jariyyah tersebut ditanya dimana Allah, dan dia menjawab : Di langit, kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam membenarkannya, hal ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala berada di ketinggian ( di langit )
3. Adapun yang mengatakan bahwasanya : Barangsiapa mensifati Allah memiliki tempat atau arah maka di adalah mujasimmah ( dan orang - orang ini hakikatnya jahil terhadap apa itu pengertian mujasimmah disisi para ulama ) maka akan berkonsekuensi kepada dua hal :
1. Menuduh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mujasimmah.
2. Menuduh Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah mujasimmah.

Maka hendaklah orang - orang yang mengaku mengikuti Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah mengetahui bagaimana madzhab dan pendapat Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah, dan insyaAllah di dalam kitab beliau yang lain yaitu Al Umm ada penjelasan yang merupakan madu bagi orang yang mencari kebenaran, dan insyaAllah akan diungkapkan pada kesempatan yang lain.

Abu Asma Andre
Ciangsana - Cileungsi
27 Jumadil Ula 1433 H
 ----------------------------------------

sumber : AL IMAM ASY SYAFII RAHIMAHULLAH DAN KEIMANANNYA TENTANG KETINGGIAN ALLAH

0 komentar:

Posting Komentar

bismillah ...

saya akan sangat berterimakasih apabila anda berkenan membaca arikel di blog ini sampai tuntas dan kemudian meninggalkan jejak cinta dengan memposting komentar yang sopan dan sesuai dengan tema...

mohon ma'af karena komentar akan saya moderasi terlebih dahulu demi kenyamanan bersama ...