Namanya
adalah Muhammad Ibn al-Hanafiah, ia banyak menimba ilmu dari 'Ali bin Abi
thalib."
Pada saat
Telah terjadi percekcokan antara Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan saudaranya
al-Hasan ibn Ali, maka Ibn al-Hanafiah mengirim surat kepada saudaranya itu,
isinya, "Sesungguhnya Allah telah memberikan kelebihan kepadamu atas
diriku. Ibumu Fathimah binti Muhammad
ibn Abdullah, sedangkan ibuku seorang wanita dari Bani "Haniifah."
Kakekmu dari garis ibu adalah utusan Allah dan makhluk pilihannya, sedangkan
kakekku dari garis ibu adalah Ja'far ibn Qais. Apabila suratku ini sampai
kepadamu, kemarilah dan berdamailah denganku, sehingga engkau memiliki
keutamaan atas diriku dalam segala hal."
Begitu surat
itu sampai ke tangan al-Hasan.ia segera ke rumahnya dan berdamai dengannya.
Siapakah Muhammad ibn al-Hanafiyyah, seorang adib (ahli adab/pujangga), seorang
yang pandai dan berakhlak lembut ini? Marilah, kita membuka lembaran hidupnya
dari awal.
Kisah ini
bermula sejak akhir kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Pada
suatu hari, Ali ibn Abi Thalib duduk bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam,
maka ia berkata, "Wahai Rasulullah.apa pendapatmu apabila aku dikaruniani
seorang anak setelah engkau meninggal, (bolehkah) aku menamainya dengan namamu
dan memberikan kun-yah (sapaan yang biasanya diungkapkan dengan 'Abu fulan.')
dengan kunyah-mu?." "Ya" jawab beliau.
Kemudian
hari-hari pun berjalan terus. Dan Nabi yang mulia Shallallahu Alaihi Wassalam
bertemu dengan ar-Rafiiqul al-A'laa (berpulang ke sisi Allah).dan setelah
hitungan beberapa bulan Fathimah yang suci, Ibunda al-Hasan dan al-Husain menyusul
beliau (wafat).
Ali lalu
menikahi seorang wanita Bani Haniifah. Ia menikahi Khaulah binti Ja'far ibn
Qais al-Hanafiyyah, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki untuknya.
Ali menamainya "Muhammad" dan memanggilnya dengan kun-yah "Abu
al-Qaasim" atas izin Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Hanya saja
orang-orang terlanjur memanggilnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah, untuk
membedakannya dengan kedua saudaranya al-Hasan dan al-Husain, dua putra
Fathimah az-Zahra. Kemudian iapun dikenal dalam sejarah dengan nama tersebut.
Muhammad ibn
al-Hanafiyyah lahir di akhir masa khilafah ash-Shiddiq (Abu Bakar) RA. Ia
tumbuh dan terdidik di bawah perawatan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, ia lulus di
bawah didikannya.
Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnya.mewarisi kekuatan dan keberaniannya.menerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga ia menjadi pahlawan perang di medan pertempuran.singa mimbar di perkumpulan manusia, seorang ahli ibadah malam (Ruhbaanullail) apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saat mata-mata tertidur lelap.
Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnya.mewarisi kekuatan dan keberaniannya.menerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga ia menjadi pahlawan perang di medan pertempuran.singa mimbar di perkumpulan manusia, seorang ahli ibadah malam (Ruhbaanullail) apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saat mata-mata tertidur lelap.
Ayahnya
telah mengutusnya ke dalam pertempuran-pertempuran yang ia ikuti. Dan ia (Ali)
telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yang tidak ia pikulkan
kepada kedua saudaranya yang lain; al-Hasan dan al-Husain. Ia pun tidak
terkalahkan dan tidak pernah melemah keteguhannya.
Pada suatu
ketika pernah dikatakan kepadanya, "Mengapakah ayahmu menjerumuskanmu ke
dalam kebinasaan dan membebankanmu apa yang kamu tidak mampu memikulnya dalam
tempat-tempat yang sempit tanpa kedua saudaramu al-Hasan dan al-Husain?"
Ia menjawab, "Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempati kedudukan dua mata ayahku.sedangkan aku menempati kedudukan dua tangannya.sehingga ia (Ali) menjaga kedua matanya dengan kedua tangannya."
Ia menjawab, "Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempati kedudukan dua mata ayahku.sedangkan aku menempati kedudukan dua tangannya.sehingga ia (Ali) menjaga kedua matanya dengan kedua tangannya."
Dalam perang
"Shiffin" yang berkecamuk antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah ibn
Abi Sufyan RA. Adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah membawa panji ayahnya. Dan di
saat roda peperangan berputar menggilas pasukan dari dua kelompok, terjadilah
sebuah kisah yang ia riwayatkan sendiri. Ia menuturkan, "Sungguh aku telah
melihat kami dalam perang "Shiffin", kami bertemu dengan para sahabat
Muawiyah, kami saling membunuh hingga aku menyangka bahwa tidak akan tersisa
seorang pun dari kami dan juga dari mereka. Aku menganggap ini adalah perbuatan
keji dan besar.
Tidaklah
berselang lama hingga aku mendengar seseorang yang berteriak di belakangku,
"Wahai kaum Muslimin.(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada
Allah).wahai kaum Muslimin.
Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?.
Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan?.
Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami?*.
Wahai kaum Muslimin.takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dan sisakan kaum muslimin, wahai ma'syarol muslimin."
Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk tidak mengangkat pedangku di wajah seorang Muslim.
Kemudian Ali mati syahid di tangan pendosa yang dzalim (di tangan Abdurrahman ibn Miljam )
Kekuasaan pun berpindah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammad ibn al-Hanafiyyah membaiatnya untuk selalu taat dan patuh dalam keadaan suka maupun benci karena keinginannya hanya untuk menyatukan suara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islam dan Muslimin.
Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?.
Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan?.
Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami?*.
Wahai kaum Muslimin.takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dan sisakan kaum muslimin, wahai ma'syarol muslimin."
Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk tidak mengangkat pedangku di wajah seorang Muslim.
Kemudian Ali mati syahid di tangan pendosa yang dzalim (di tangan Abdurrahman ibn Miljam )
Kekuasaan pun berpindah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammad ibn al-Hanafiyyah membaiatnya untuk selalu taat dan patuh dalam keadaan suka maupun benci karena keinginannya hanya untuk menyatukan suara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islam dan Muslimin.
Muawiyah
merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasa benar-benar tentram
kepada sahabatnya, hal mana menjadikannya mengundang Muhammad ibn al-Hanafiyyah
untuk mengunjunginya. Maka, ia pun mengunjunginya di Damaskus lebih dari
sekali.dan lebih dari satu sebab.
Di antaranya,
bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah. Ia mengatakan,
"Sesungguhnya raja-raja di sini saling berkoresponden dengan raja-raja
yang lain. Sebagian mereka bersenang-senang dengan yang lainnya dengan hal-hal
aneh yang mereka miliki.sebagin mereka saling berlomba dengan sebagian yang
lain dengan keajaiban-keajaiban yang ada di kerajaan-kerajaan mereka. Maka,
apakah kamu mengizinkan aku untuk mengadakan (perlombaan) antara aku dan kamu
seperti apa yang terjadi di antara mereka?" Maka, Muawiyah mengiyakannya
dan mengizinkannya.
Kaisar
Romawi mengirim dua orang pilih-tandingnya. Salah seorang darinya berbadan
tinggi dan besar sekali sehingga seakan-akan ia ibarat pohon besar yang
menjulang tinggi di hutan atau gedung tinggi nan kokoh. Adapun orang yang satu
lagi adalah seorang yang begitu kuat, keras dan kokoh seakan-akan ia ibarat
binatang liar yang buas. Sang kaisar menitipkan surat bersama keduanya, ia
berkata dalam suratnya, "Apakah di kerajaanmu ada yang menandingi kedua
orang ini, tingginya dan kuatnya?."
Muawiyah lalu berkata kepada 'Amr ibn al-'Aash, "Adapun orang yang berbadan tinggi, aku telah menemukan orang yang sepertinya bahkan lebih darinya.ia Qais ibn Sa'd ibn 'Ubadah. Adapun orang yang kuat, maka aku membutuhkan pendapatmu."
'Amr berkata, "Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya saja keduanya jauh darimu. Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan Abdullah ibn az-Zubair."
"Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita," kata Muawiyyah.
"Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesaran kemuliaannya dan ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatan orang dari Romawi ini dengan ditonton manusia,?" tanya 'Amr.
Muawiyah berkata, "Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu dan lebih banyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya." Kemudian Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sa'd dan Muhammad ibn al-Hanafiyyah.
Muawiyah lalu berkata kepada 'Amr ibn al-'Aash, "Adapun orang yang berbadan tinggi, aku telah menemukan orang yang sepertinya bahkan lebih darinya.ia Qais ibn Sa'd ibn 'Ubadah. Adapun orang yang kuat, maka aku membutuhkan pendapatmu."
'Amr berkata, "Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya saja keduanya jauh darimu. Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan Abdullah ibn az-Zubair."
"Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita," kata Muawiyyah.
"Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesaran kemuliaannya dan ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatan orang dari Romawi ini dengan ditonton manusia,?" tanya 'Amr.
Muawiyah berkata, "Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu dan lebih banyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya." Kemudian Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sa'd dan Muhammad ibn al-Hanafiyyah.
Ketika
majelis telah dimulai, Qais ibn Sa'd berdiri dan melepaskan sirwal-sirwal-nya
(celana yang lebar) lalu melemparkannya kepada al-'Ilj** dari Romawi dan
menyuruhnya untuk memakainya. Ia pun memakainya.maka, sirwalnya menutupi sampai
di atas kedua dadanya sehingga orang-orang ketawa dibuatnya.
Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya, "Katakan kepada orang Romawi ini.apabila ia mau, ia duduk dan aku berdiri, lalu ia memberikan tangannya kepadaku. Entah aku yang akan mendirikannya atau dia yang mendudukkanku.Dan bila ia mau, dia yang berdiri dan aku yang duduk." Orang Romawi tadi memilih duduk.
Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya, "Katakan kepada orang Romawi ini.apabila ia mau, ia duduk dan aku berdiri, lalu ia memberikan tangannya kepadaku. Entah aku yang akan mendirikannya atau dia yang mendudukkanku.Dan bila ia mau, dia yang berdiri dan aku yang duduk." Orang Romawi tadi memilih duduk.
Maka
Muhammad memegang tangannya, dan (menariknya) berdiri.dan orang Romawi tersebut
tidak mampu (menariknya) duduk.
Kesombongan pun merayap dalam dada orang Romawi, ia memilih berdiri dan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan menariknya dengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknya.dan mendudukkannya di tanah.
Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaan kalah dan terhina.
Kesombongan pun merayap dalam dada orang Romawi, ia memilih berdiri dan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan menariknya dengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknya.dan mendudukkannya di tanah.
Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaan kalah dan terhina.
Hari-hari
berputar lagi.
Muawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah berpindah ke rahmatullah.Kepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada Abdul Malik ibn Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin dan penduduk Syam membaiatnya.
Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibn az-Zubair***.
Muawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah berpindah ke rahmatullah.Kepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada Abdul Malik ibn Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin dan penduduk Syam membaiatnya.
Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibn az-Zubair***.
Setiap dari
keduanya mulai menyeru orang yang belum membaiatnya untuk membaiatnya.dan
mendakwakan kepada manusia bahwa ia yang paling berhak dengan kekhalifahan
daripada sahabatnya. Barisan kaum muslimin pun terpecah lagi. Di sinilah Abdullah ibn az-Zubair meminta
kepada Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk membaiatnya sebagaimana penduduk Hijaz
telah membaiatnya. Hanya saja Ibn al-Hanafiyyah memahami betul bahwa baiat akan
menjadikan hak-hak yang banyak di lehernya bagi orang yang ia baiat. Di
antaranya adalah menghunus pedang untuk menolongnya dan memerangi orang-orang
yang menyelisihinya. Dan para penyelisihnya hanyalah orang-orang muslim yang
telah berijtihad, lalu membaiat orang yang tidak ia bai'at. Tidaklah orang yang
berakal sempurna lupa akan kejadian di hari "Shiffin."
Tahun yang
panjang belum mampu menghapus suara yang menggelegar dari kedua pendengarannya,
kuat dan penuh kesedihan, dan suara itu memanggil dari belakangnya, "Wahai
kaum Muslimin.(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada) Allah.wahai kaum
Muslimin.
Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?.
Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan?. Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami."..
Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua. Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn az-Zubair, "Sesungguhnya engkau mengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa dalam perkara ini aku tidak memiliki tujuan dan tidak pula permintaan.hanyalah aku ini seseorang dari kaum muslimin. Apabila kalimat (suara) mereka berkumpul kepadamu atau kepada Abdul Malik, maka aku akan membaiat orang yang suara mereka berkumpul padanya. Adapun sekarang, aku tidak membaiatmu.juga tidak membaiatnya."
Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?.
Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan?. Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami."..
Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua. Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn az-Zubair, "Sesungguhnya engkau mengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa dalam perkara ini aku tidak memiliki tujuan dan tidak pula permintaan.hanyalah aku ini seseorang dari kaum muslimin. Apabila kalimat (suara) mereka berkumpul kepadamu atau kepada Abdul Malik, maka aku akan membaiat orang yang suara mereka berkumpul padanya. Adapun sekarang, aku tidak membaiatmu.juga tidak membaiatnya."
Mulailah
Abdullah mempergaulinya dan berlemah lembut kepadanya dalam satu kesempatan.
Dan dalam kesempatan yang lain ia berpaling darinya dan bersikap keras
kepadanya. Hanya saja, Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidak berselang lama hingga
banyak orang yang bergabung dengannya ketika mereka mengikuti pendapatnya. Dan
mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepadanya, hingga jumlah mereka sampai
tujuh ribu orang dari orang-orang yang memilih untuk memisahkan diri dari
fitnah. Dan mereka enggan untuk menjadikan diri mereka kayu bakar bagi apinya
yang menyala.
Setiap kalii
pengikut Ibn al-Hanafiyyah bertambah jumlahnya, bertambahlah kemarahan Ibn
az-Zubair kepadanya dan ia terus mendesaknya untuk membaiatnya.Ketika Ibn
az-Zubair telah putus asa, ia memerintahkannya dan orang-orang yang bersamanya
dari Bani Hasyim dan yang lainnya untuk menetap di Syi'b (celah di antara dua
bukit) mereka di Mekkah, dan ia menempatkan mata-mata untuk mengawasi mereka.
Kemudian ia berkata kepada mereka, "Demi Allah, sungguh-sungguh kalian harus membaiatku atau benar-benar aku akan membakar kalian dengan api.
Kemudian ia menahan mereka di rumah-rumahnya dan mengumpulkan kayu bakar untuk mereka, lalu mengelilingi rumah-rumah dengannya hingga sampai ujung tembok. Sehingga seandainya ada satu kayu bakar menyala niscaya akan membakar semuanya.
Kemudian ia berkata kepada mereka, "Demi Allah, sungguh-sungguh kalian harus membaiatku atau benar-benar aku akan membakar kalian dengan api.
Kemudian ia menahan mereka di rumah-rumahnya dan mengumpulkan kayu bakar untuk mereka, lalu mengelilingi rumah-rumah dengannya hingga sampai ujung tembok. Sehingga seandainya ada satu kayu bakar menyala niscaya akan membakar semuanya.
Di saat
itulah, sekelompok dari para pengikut Ibn al-Hanafiyyah berdiri kepadanya dan
berkata, "Biarkan kami membunuh Ibn az-Zubair dan menenangkan manusia dari
(perbuatan)nya."
Ia berkata, "Apakah kita akan menyalakan api fitnah dengan tangan-tangan kita yang karenanya kita telah menyepi (memisahkan diri) dan kita membunuh seorang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan anak-anak dari sahabatnya?! Tidak, demi Allah kita tidak akan melakukan sedikitpun apa yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya murka."
Berita tentang apa yang diderita oleh Muhammad ibn al-Hanafiyah dan para pengikutnya dari kekerasan Abdullah ibn az-Zubair sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan.
Ia berkata, "Apakah kita akan menyalakan api fitnah dengan tangan-tangan kita yang karenanya kita telah menyepi (memisahkan diri) dan kita membunuh seorang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan anak-anak dari sahabatnya?! Tidak, demi Allah kita tidak akan melakukan sedikitpun apa yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya murka."
Berita tentang apa yang diderita oleh Muhammad ibn al-Hanafiyah dan para pengikutnya dari kekerasan Abdullah ibn az-Zubair sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan.
Ia melihat
kesempatan emas untuk menjadikan mereka condong kepadanya.
Ia lantas mengirim surat bersama seorang utusannya, yang seandainya ia menulisnya untuk salah seorang anaknya tentunya 'dialek'nya tidak akan sehalus itu dan redaksinya tidak selembut itu.
Dan di antara isi suratnya adalah, "Telah sampai berita kepadaku bahwa Ibn az-Zubair telah mempersempit gerakmu dan orang-orang yang bersamamu.ia memutus tali persaudaraanmu.dan merendahkan hakmu. Ini negeri Syam terbuka di depanmu, siap menjemputmu dan orang-orang yang bersamamu dengan penuh kelapangan dan keluasan.singgahlah di sana dimana engkau mau, niscaya engkau akan menemukan penduduknya mengucapkan selamat kepadamu dan para tetangga yang mencintaimu.dan engkau akan mendapatkan kami orang-orang yang memahami hakmu.menghormati keutamaanmu.dan menyambung tali persaudaraanmu Insya Allah.
Ia lantas mengirim surat bersama seorang utusannya, yang seandainya ia menulisnya untuk salah seorang anaknya tentunya 'dialek'nya tidak akan sehalus itu dan redaksinya tidak selembut itu.
Dan di antara isi suratnya adalah, "Telah sampai berita kepadaku bahwa Ibn az-Zubair telah mempersempit gerakmu dan orang-orang yang bersamamu.ia memutus tali persaudaraanmu.dan merendahkan hakmu. Ini negeri Syam terbuka di depanmu, siap menjemputmu dan orang-orang yang bersamamu dengan penuh kelapangan dan keluasan.singgahlah di sana dimana engkau mau, niscaya engkau akan menemukan penduduknya mengucapkan selamat kepadamu dan para tetangga yang mencintaimu.dan engkau akan mendapatkan kami orang-orang yang memahami hakmu.menghormati keutamaanmu.dan menyambung tali persaudaraanmu Insya Allah.
Muhammad ibn
al-Hanafiyah dan orang-orang yang bersamanya berjalan menuju negeri
Syam.sesampainya di "Ublah", mereka menetap di sana. Penduduknya
menempatkan mereka di tempat yang paling mulia dan menjamu mereka dengan baik
sebaga tetangga.
Mereka mencitai Muhammad ibn al-Hanafiyah dan mengagungkannya, karena apa yang mereka lihat dari kedalaman (ketekunan) ibadahnya dan kejujuran zuhudnya.
Mereka mencitai Muhammad ibn al-Hanafiyah dan mengagungkannya, karena apa yang mereka lihat dari kedalaman (ketekunan) ibadahnya dan kejujuran zuhudnya.
Ia mulai
menyuruh mereka kepada yang ma'ruf dan mencegah mereka dari yang munkar. Ia
mendirikan syi'ar-syi'ar di antara mereka dan mengadakan ishlah dalam perselisihan
mereka. Ia tidak membiarkan seorang pun dari manusia mendzalimi orang lain.
Di saat berita itu sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan, hal tersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian bermusyawarah dengan orang-orang terdekatnya. Mereka berkata kepadanya, "Kami tidak berpendapat agar engkau memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu. Sedangkan sirahnya sebagaimana yang engkau ketahui entah ia membaiatmu atau ia kembali ke tempatnya semula."
Di saat berita itu sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan, hal tersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian bermusyawarah dengan orang-orang terdekatnya. Mereka berkata kepadanya, "Kami tidak berpendapat agar engkau memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu. Sedangkan sirahnya sebagaimana yang engkau ketahui entah ia membaiatmu atau ia kembali ke tempatnya semula."
Maka, Abdul
Malik menulis surat untuknya dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah
mendatangi negeriku dan engkau singgah di salah satu ujungnya. Dan ini
peperangan yang terjadi antara diriku dan Abdullah ibn az-Zubair. Dan engkau
adalah seseorang yang memiliki tempat dan nama di antara kaum Muslimin. Dan aku
melihat agar engkau tidak tinggal di negeriku kecuali bila engkau membaiatku.
Bila engkau membaiatku, aku akan memberimu seratus kapal yang datang kepadaku
dari "al-Qalzom" kemarin, ambillah beserta apa yang ada padanya.
Bersama itu engkau berhak atas satu juta dirham ditambah dengan jumlah yang
kamu tentukan sendiri untuk dirimu, anak-anakmu, kerabatmu, budak-budakmu dan
orang-orang yang bersamamu. Bila engkau menolaknya maka pergilah dariku ke
tempat yang aku tidak memiliki kekuasaan atasnya."
Muhammad ibn
al-Hanafiyah kemudian menulis balasan, "Dari Muhammad ibn Ali, kepada
Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu 'alaika.Sesungguhnya aku memuji kepada Allah
yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, (aku berterima kasih)
kepadamu. Amma ba'du. Barangkali engkau
menjadi ketakutan terhadapku. Dan aku mengira engkau adalah orang yang paham
terhadap hakikat sikapku dalam perkara ini. Aku telah singgah di Mekkah, maka
Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untuk membaiatnya, dan tatkala aku
menolaknya ia pun berbuat jahat terhadap pertentanganku. Kemudian engkau
menulis surat kepadaku, memanggilku untuk tinggal di negeri Syam, lalu aku
singgah di sebuah tempat di ujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh
dari markaz (pusat) pemerintahanmu. Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang
telah engkau tuliskan. Dan kami Insya Allah akan meninggalkanmu."
Muhammad ibn
al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganya meninggalkan negeri Syam,
dan setiap kali ia singgah di suatu tempat ia pun di usir darinya dan diperintahkan
agar pergi darinya. Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allah
berkehendak mengujinya dengan kesusahan lain yang lebih besar pengaruhnya dan
lebih berat tekanannya.
Yang demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalangan orang-orang yang hatinya sakit dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lalai. Mereka mulai berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak sekali rahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat. Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidak mengetahuinya."
Yang demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalangan orang-orang yang hatinya sakit dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lalai. Mereka mulai berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak sekali rahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat. Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidak mengetahuinya."
Orang yang
'alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yang diusung oleh ucapan ini
dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yang mungkin diseretnya atas Islam dan
Muslimin. Ia pun mengumpulkan manusia dan berdiri mengkhutbahi mereka. Ia memuji Allah dan menyanjungnya dan
bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, kemudian
berkata, "Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Bait
mempunyai ilmu yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mengkhususkan kami
dengannya, dan tidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami -demi
Allah- tidaklah mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada di antara dua
lembaran ini, (dan ia menunjuk ke arah mushaf). Dan sesungguhnya barangsiapa
yang beranggapan bahwa kami mempunyai sesuatu yang kami baca selain kitab
Allah, sungguh ia telah berdusta."
Adalah
sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, mereka berkata,
"Assalamu'alaika wahai Mahdi."
Ia menjawab, "Ya, aku adalah Mahdi (yang mendapat petunjuk) kepada kebaikan.dan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allah, akan tetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata, "Assalamu'alaika ya Muhammad."
Ia menjawab, "Ya, aku adalah Mahdi (yang mendapat petunjuk) kepada kebaikan.dan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allah, akan tetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata, "Assalamu'alaika ya Muhammad."
Tidak
berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentang tempat yang
akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanya. Allah telah berkehendak agar al-Hajjaj ibn
Yusuf ats-Tsaqofi menumpas Abdullah ibn az-Zubair dan agar manusia seluruhnya
membaiat Abdul Malik ibn Marwan.
Maka,
tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada Abdul Malik, ia berkata,
"Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin, dari Muhammad ibn Ali.
Amma ba'du.Sesungguhnya setelah aku melihat perkara ini kembali kepadamu, dan
manusia membaiatmu. Maka, aku seperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk
walimu di Hijaz. Aku mengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamu'alaika."
Ketika Abdul
Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya, mereka berkata,
"Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan (baca: keluar dari ketaatan)
dan membikin perpecahan dalam perkara ini, niscaya ia mampu melakukannya, dan
niscaya engkau tidak memiliki jalan atasnya.Maka tulislah kepadanya dengan
perjanjian dan keamanan serta perjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak
diusir dan diusik, ia dan para sahabatnya."
Abdul Malik
kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya saja Muhammad ibn al-Hanafiyyah
tidak hidup lama setelah itu. Allah telah memilihnya untuk berada di sisi-Nya
dalam keadaan ridla dan diridlai.
Semoga Allah
memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah di kuburnya, dan semoga
Allah mengindahkan ruhnya di surga.ia termasuk orang yang tidak menginginkan
kerusakan di bumi tidak pula ketinggian di antara manusia.
Sumber: - Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nu'aim, III: 174, - Tahdziib
at-Tahdziib, IX:354, - Shifah ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi (cet. Halab), II:
77-79, - Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sa'd, V:91, - Al-Waafi bi al-Wafayaat
(terjemah): 1583, - Wafayaat al-A'yaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169, - Al-Kamil,
III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H, - Syadzarat adz-Dzahab,
I:89,- Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89, - Al-Bad'u Wa at-Tarikh,
V:75-76, - Al-Ma'arif oleh Ibnu Qutaibah: 123, - Al-'Iqd al-Farid oleh Ibnu
Abdi Rabbih, tahqiq al-'Urayyan, Juz II,III,V dan VII
0 komentar:
Posting Komentar
bismillah ...
saya akan sangat berterimakasih apabila anda berkenan membaca arikel di blog ini sampai tuntas dan kemudian meninggalkan jejak cinta dengan memposting komentar yang sopan dan sesuai dengan tema...
mohon ma'af karena komentar akan saya moderasi terlebih dahulu demi kenyamanan bersama ...