Bismillah ...

Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56).

“Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thoghut.” (An Nahl: 36).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ta’ala ‘anhu, “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illalloh niscaya masuk surga.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Tauhid adalah perkara yang paling penting dalam agama Islam. Sebagai tujuan diutusnya para Rasul, serta sebagai kewajiban pertama dan terakhir bagi manusia yang berakal.

Pelanggaran terhadapnya adalah bid'ah yang paling besar sebagaiman firman Allah :

“Katakanlah: marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan suatu apapun dengan Dia, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. Al An’am: 151)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cinta Kepada Allah

"Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang karena Allah, membela seseorang karena Allah dan memusuhi seseorang karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan dari Allah hanyalah bisa diperoleh dengan hal tersebut. Dan seorang hamba tidak akan menemukan rasa nikmatnya iman, ....

Mereka Yang Berjatuhan Dari Dakwah Salafiyah

Namun, bagi mereka yang menghendaki agar dakwah salafiyah inilah yang berkhidmat dan menanggung mereka, lalu dicatat dan mereka ditampakkan sebagai tokoh dalam dakwah ini, hanya karena menisbatkan diri.....

Kesalahan Kesalahan Dalam Beraqidah

..Mereka mencukupkan ( لا إله إلا الله) hanya di lisan saja tanpa menyadari, bahwa kalimat tauhid ini menuntut perkara-perkara lain. Diantara perkara-perkara yang dituntut adalah nafi dan itsbat. ...

Menyelewengkan Makna La Ilaha Illallah, Wujud Penyimpangan Aqidah

Tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan paling utama untuk diilmui dan didakwahkan. Ia juga merupakan tugas yang paling besar,......

Surat Dari Ibu yang terkoyak hatinya

Anaku…. Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya.

Sabtu, 28 April 2012

Muhammad bin al-Hanafiyyah


Namanya adalah Muhammad Ibn al-Hanafiah, ia banyak menimba ilmu dari 'Ali bin Abi thalib."

Pada saat Telah terjadi percekcokan antara Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan saudaranya al-Hasan ibn Ali, maka Ibn al-Hanafiah mengirim surat kepada saudaranya itu, isinya, "Sesungguhnya Allah telah memberikan kelebihan kepadamu atas diriku.  Ibumu Fathimah binti Muhammad ibn Abdullah, sedangkan ibuku seorang wanita dari Bani "Haniifah." Kakekmu dari garis ibu adalah utusan Allah dan makhluk pilihannya, sedangkan kakekku dari garis ibu adalah Ja'far ibn Qais. Apabila suratku ini sampai kepadamu, kemarilah dan berdamailah denganku, sehingga engkau memiliki keutamaan atas diriku dalam segala hal."

Begitu surat itu sampai ke tangan al-Hasan.ia segera ke rumahnya dan berdamai dengannya. Siapakah Muhammad ibn al-Hanafiyyah, seorang adib (ahli adab/pujangga), seorang yang pandai dan berakhlak lembut ini? Marilah, kita membuka lembaran hidupnya dari awal.

Kisah ini bermula sejak akhir kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Pada suatu hari, Ali ibn Abi Thalib duduk bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, maka ia berkata, "Wahai Rasulullah.apa pendapatmu apabila aku dikaruniani seorang anak setelah engkau meninggal, (bolehkah) aku menamainya dengan namamu dan memberikan kun-yah (sapaan yang biasanya diungkapkan dengan 'Abu fulan.') dengan kunyah-mu?." "Ya" jawab beliau.

Kemudian hari-hari pun berjalan terus. Dan Nabi yang mulia Shallallahu Alaihi Wassalam bertemu dengan ar-Rafiiqul al-A'laa (berpulang ke sisi Allah).dan setelah hitungan beberapa bulan Fathimah yang suci, Ibunda al-Hasan dan al-Husain menyusul beliau (wafat).

Ali lalu menikahi seorang wanita Bani Haniifah. Ia menikahi Khaulah binti Ja'far ibn Qais al-Hanafiyyah, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki untuknya. Ali menamainya "Muhammad" dan memanggilnya dengan kun-yah "Abu al-Qaasim" atas izin Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Hanya saja orang-orang terlanjur memanggilnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah, untuk membedakannya dengan kedua saudaranya al-Hasan dan al-Husain, dua putra Fathimah az-Zahra. Kemudian iapun dikenal dalam sejarah dengan nama tersebut.

Muhammad ibn al-Hanafiyyah lahir di akhir masa khilafah ash-Shiddiq (Abu Bakar) RA. Ia tumbuh dan terdidik di bawah perawatan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, ia lulus di bawah didikannya.

Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnya.mewarisi kekuatan dan keberaniannya.menerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga ia menjadi pahlawan perang di medan pertempuran.singa mimbar di perkumpulan manusia, seorang ahli ibadah malam (Ruhbaanullail) apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saat mata-mata tertidur lelap.

Ayahnya telah mengutusnya ke dalam pertempuran-pertempuran yang ia ikuti. Dan ia (Ali) telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yang tidak ia pikulkan kepada kedua saudaranya yang lain; al-Hasan dan al-Husain. Ia pun tidak terkalahkan dan tidak pernah melemah keteguhannya.

Pada suatu ketika pernah dikatakan kepadanya, "Mengapakah ayahmu menjerumuskanmu ke dalam kebinasaan dan membebankanmu apa yang kamu tidak mampu memikulnya dalam tempat-tempat yang sempit tanpa kedua saudaramu al-Hasan dan al-Husain?"
Ia menjawab, "Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempati kedudukan dua mata ayahku.sedangkan aku menempati kedudukan dua tangannya.sehingga ia (Ali) menjaga kedua matanya dengan kedua tangannya."

Dalam perang "Shiffin" yang berkecamuk antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi Sufyan RA. Adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah membawa panji ayahnya. Dan di saat roda peperangan berputar menggilas pasukan dari dua kelompok, terjadilah sebuah kisah yang ia riwayatkan sendiri. Ia menuturkan, "Sungguh aku telah melihat kami dalam perang "Shiffin", kami bertemu dengan para sahabat Muawiyah, kami saling membunuh hingga aku menyangka bahwa tidak akan tersisa seorang pun dari kami dan juga dari mereka. Aku menganggap ini adalah perbuatan keji dan besar.
Tidaklah berselang lama hingga aku mendengar seseorang yang berteriak di belakangku, "Wahai kaum Muslimin.(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada Allah).wahai kaum Muslimin.
Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?.
Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan?.
Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami?*.
Wahai kaum Muslimin.takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dan sisakan kaum muslimin, wahai ma'syarol muslimin."


Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk tidak mengangkat pedangku di wajah seorang Muslim.
Kemudian Ali mati syahid di tangan pendosa yang dzalim (di tangan Abdurrahman ibn Miljam )


Kekuasaan pun berpindah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammad ibn al-Hanafiyyah membaiatnya untuk selalu taat dan patuh dalam keadaan suka maupun benci karena keinginannya hanya untuk menyatukan suara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islam dan Muslimin.

Muawiyah merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasa benar-benar tentram kepada sahabatnya, hal mana menjadikannya mengundang Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk mengunjunginya. Maka, ia pun mengunjunginya di Damaskus lebih dari sekali.dan lebih dari satu sebab.

Di antaranya, bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah. Ia mengatakan, "Sesungguhnya raja-raja di sini saling berkoresponden dengan raja-raja yang lain. Sebagian mereka bersenang-senang dengan yang lainnya dengan hal-hal aneh yang mereka miliki.sebagin mereka saling berlomba dengan sebagian yang lain dengan keajaiban-keajaiban yang ada di kerajaan-kerajaan mereka. Maka, apakah kamu mengizinkan aku untuk mengadakan (perlombaan) antara aku dan kamu seperti apa yang terjadi di antara mereka?" Maka, Muawiyah mengiyakannya dan mengizinkannya.

Kaisar Romawi mengirim dua orang pilih-tandingnya. Salah seorang darinya berbadan tinggi dan besar sekali sehingga seakan-akan ia ibarat pohon besar yang menjulang tinggi di hutan atau gedung tinggi nan kokoh. Adapun orang yang satu lagi adalah seorang yang begitu kuat, keras dan kokoh seakan-akan ia ibarat binatang liar yang buas. Sang kaisar menitipkan surat bersama keduanya, ia berkata dalam suratnya, "Apakah di kerajaanmu ada yang menandingi kedua orang ini, tingginya dan kuatnya?."

Muawiyah lalu berkata kepada 'Amr ibn al-'Aash, "Adapun orang yang berbadan tinggi, aku telah menemukan orang yang sepertinya bahkan lebih darinya.ia Qais ibn Sa'd ibn 'Ubadah. Adapun orang yang kuat, maka aku membutuhkan pendapatmu."


'Amr berkata, "Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya saja keduanya jauh darimu. Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan Abdullah ibn az-Zubair."


"Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita," kata Muawiyyah.
"Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesaran kemuliaannya dan ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatan orang dari Romawi ini dengan ditonton manusia,?" tanya 'Amr.
Muawiyah berkata, "Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu dan lebih banyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya." Kemudian Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sa'd dan Muhammad ibn al-Hanafiyyah.

Ketika majelis telah dimulai, Qais ibn Sa'd berdiri dan melepaskan sirwal-sirwal-nya (celana yang lebar) lalu melemparkannya kepada al-'Ilj** dari Romawi dan menyuruhnya untuk memakainya. Ia pun memakainya.maka, sirwalnya menutupi sampai di atas kedua dadanya sehingga orang-orang ketawa dibuatnya.

Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya, "Katakan kepada orang Romawi ini.apabila ia mau, ia duduk dan aku berdiri, lalu ia memberikan tangannya kepadaku. Entah aku yang akan mendirikannya atau dia yang mendudukkanku.Dan bila ia mau, dia yang berdiri dan aku yang duduk." Orang Romawi tadi memilih duduk.

Maka Muhammad memegang tangannya, dan (menariknya) berdiri.dan orang Romawi tersebut tidak mampu (menariknya) duduk.

Kesombongan pun merayap dalam dada orang Romawi, ia memilih berdiri dan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan menariknya dengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknya.dan mendudukkannya di tanah.


Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaan kalah dan terhina.

Hari-hari berputar lagi.
Muawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah berpindah ke rahmatullah.Kepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada Abdul Malik ibn Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin dan penduduk Syam membaiatnya.


Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibn az-Zubair***.
Setiap dari keduanya mulai menyeru orang yang belum membaiatnya untuk membaiatnya.dan mendakwakan kepada manusia bahwa ia yang paling berhak dengan kekhalifahan daripada sahabatnya. Barisan kaum muslimin pun terpecah lagi.  Di sinilah Abdullah ibn az-Zubair meminta kepada Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk membaiatnya sebagaimana penduduk Hijaz telah membaiatnya. Hanya saja Ibn al-Hanafiyyah memahami betul bahwa baiat akan menjadikan hak-hak yang banyak di lehernya bagi orang yang ia baiat. Di antaranya adalah menghunus pedang untuk menolongnya dan memerangi orang-orang yang menyelisihinya. Dan para penyelisihnya hanyalah orang-orang muslim yang telah berijtihad, lalu membaiat orang yang tidak ia bai'at. Tidaklah orang yang berakal sempurna lupa akan kejadian di hari "Shiffin."

Tahun yang panjang belum mampu menghapus suara yang menggelegar dari kedua pendengarannya, kuat dan penuh kesedihan, dan suara itu memanggil dari belakangnya, "Wahai kaum Muslimin.(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada) Allah.wahai kaum Muslimin.

Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?.
Siapakah yang akan menjaga agama dan kehormatan?. Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami."..


Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua. Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn az-Zubair, "Sesungguhnya engkau mengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa dalam perkara ini aku tidak memiliki tujuan dan tidak pula permintaan.hanyalah aku ini seseorang dari kaum muslimin. Apabila kalimat (suara) mereka berkumpul kepadamu atau kepada Abdul Malik, maka aku akan membaiat orang yang suara mereka berkumpul padanya. Adapun sekarang, aku tidak membaiatmu.juga tidak membaiatnya."

Mulailah Abdullah mempergaulinya dan berlemah lembut kepadanya dalam satu kesempatan. Dan dalam kesempatan yang lain ia berpaling darinya dan bersikap keras kepadanya. Hanya saja, Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidak berselang lama hingga banyak orang yang bergabung dengannya ketika mereka mengikuti pendapatnya. Dan mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepadanya, hingga jumlah mereka sampai tujuh ribu orang dari orang-orang yang memilih untuk memisahkan diri dari fitnah. Dan mereka enggan untuk menjadikan diri mereka kayu bakar bagi apinya yang menyala.

Setiap kalii pengikut Ibn al-Hanafiyyah bertambah jumlahnya, bertambahlah kemarahan Ibn az-Zubair kepadanya dan ia terus mendesaknya untuk membaiatnya.Ketika Ibn az-Zubair telah putus asa, ia memerintahkannya dan orang-orang yang bersamanya dari Bani Hasyim dan yang lainnya untuk menetap di Syi'b (celah di antara dua bukit) mereka di Mekkah, dan ia menempatkan mata-mata untuk mengawasi mereka.
Kemudian ia berkata kepada mereka, "Demi Allah, sungguh-sungguh kalian harus membaiatku atau benar-benar aku akan membakar kalian dengan api.


Kemudian ia menahan mereka di rumah-rumahnya dan mengumpulkan kayu bakar untuk mereka, lalu mengelilingi rumah-rumah dengannya hingga sampai ujung tembok. Sehingga seandainya ada satu kayu bakar menyala niscaya akan membakar semuanya.

Di saat itulah, sekelompok dari para pengikut Ibn al-Hanafiyyah berdiri kepadanya dan berkata, "Biarkan kami membunuh Ibn az-Zubair dan menenangkan manusia dari (perbuatan)nya."
Ia berkata, "Apakah kita akan menyalakan api fitnah dengan tangan-tangan kita yang karenanya kita telah menyepi (memisahkan diri) dan kita membunuh seorang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan anak-anak dari sahabatnya?! Tidak, demi Allah kita tidak akan melakukan sedikitpun apa yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya murka."


Berita tentang apa yang diderita oleh Muhammad ibn al-Hanafiyah dan para pengikutnya dari kekerasan Abdullah ibn az-Zubair sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan.

Ia melihat kesempatan emas untuk menjadikan mereka condong kepadanya.
Ia lantas mengirim surat bersama seorang utusannya, yang seandainya ia menulisnya untuk salah seorang anaknya tentunya 'dialek'nya tidak akan sehalus itu dan redaksinya tidak selembut itu.
Dan di antara isi suratnya adalah, "Telah sampai berita kepadaku bahwa Ibn az-Zubair telah mempersempit gerakmu dan orang-orang yang bersamamu.ia memutus tali persaudaraanmu.dan merendahkan hakmu. Ini negeri Syam terbuka di depanmu, siap menjemputmu dan orang-orang yang bersamamu dengan penuh kelapangan dan keluasan.singgahlah di sana dimana engkau mau, niscaya engkau akan menemukan penduduknya mengucapkan selamat kepadamu dan para tetangga yang mencintaimu.dan engkau akan mendapatkan kami orang-orang yang memahami hakmu.menghormati keutamaanmu.dan menyambung tali persaudaraanmu Insya Allah.

Muhammad ibn al-Hanafiyah dan orang-orang yang bersamanya berjalan menuju negeri Syam.sesampainya di "Ublah", mereka menetap di sana. Penduduknya menempatkan mereka di tempat yang paling mulia dan menjamu mereka dengan baik sebaga tetangga.

Mereka mencitai Muhammad ibn al-Hanafiyah dan mengagungkannya, karena apa yang mereka lihat dari kedalaman (ketekunan) ibadahnya dan kejujuran zuhudnya.
Ia mulai menyuruh mereka kepada yang ma'ruf dan mencegah mereka dari yang munkar. Ia mendirikan syi'ar-syi'ar di antara mereka dan mengadakan ishlah dalam perselisihan mereka. Ia tidak membiarkan seorang pun dari manusia mendzalimi orang lain.

Di saat berita itu sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan, hal tersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian bermusyawarah dengan orang-orang terdekatnya. Mereka berkata kepadanya, "Kami tidak berpendapat agar engkau memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu. Sedangkan sirahnya sebagaimana yang engkau ketahui entah ia membaiatmu atau ia kembali ke tempatnya semula."

Maka, Abdul Malik menulis surat untuknya dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah mendatangi negeriku dan engkau singgah di salah satu ujungnya. Dan ini peperangan yang terjadi antara diriku dan Abdullah ibn az-Zubair. Dan engkau adalah seseorang yang memiliki tempat dan nama di antara kaum Muslimin. Dan aku melihat agar engkau tidak tinggal di negeriku kecuali bila engkau membaiatku. Bila engkau membaiatku, aku akan memberimu seratus kapal yang datang kepadaku dari "al-Qalzom" kemarin, ambillah beserta apa yang ada padanya. Bersama itu engkau berhak atas satu juta dirham ditambah dengan jumlah yang kamu tentukan sendiri untuk dirimu, anak-anakmu, kerabatmu, budak-budakmu dan orang-orang yang bersamamu. Bila engkau menolaknya maka pergilah dariku ke tempat yang aku tidak memiliki kekuasaan atasnya."

Muhammad ibn al-Hanafiyah kemudian menulis balasan, "Dari Muhammad ibn Ali, kepada Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu 'alaika.Sesungguhnya aku memuji kepada Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, (aku berterima kasih) kepadamu. Amma ba'du.   Barangkali engkau menjadi ketakutan terhadapku. Dan aku mengira engkau adalah orang yang paham terhadap hakikat sikapku dalam perkara ini. Aku telah singgah di Mekkah, maka Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untuk membaiatnya, dan tatkala aku menolaknya ia pun berbuat jahat terhadap pertentanganku. Kemudian engkau menulis surat kepadaku, memanggilku untuk tinggal di negeri Syam, lalu aku singgah di sebuah tempat di ujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh dari markaz (pusat) pemerintahanmu. Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang telah engkau tuliskan. Dan kami Insya Allah akan meninggalkanmu."

Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganya meninggalkan negeri Syam, dan setiap kali ia singgah di suatu tempat ia pun di usir darinya dan diperintahkan agar pergi darinya. Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allah berkehendak mengujinya dengan kesusahan lain yang lebih besar pengaruhnya dan lebih berat tekanannya.

Yang demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalangan orang-orang yang hatinya sakit dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lalai. Mereka mulai berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak sekali rahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat. Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidak mengetahuinya."

Orang yang 'alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yang diusung oleh ucapan ini dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yang mungkin diseretnya atas Islam dan Muslimin. Ia pun mengumpulkan manusia dan berdiri mengkhutbahi mereka.  Ia memuji Allah dan menyanjungnya dan bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, kemudian berkata, "Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Bait mempunyai ilmu yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mengkhususkan kami dengannya, dan tidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami -demi Allah- tidaklah mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada di antara dua lembaran ini, (dan ia menunjuk ke arah mushaf). Dan sesungguhnya barangsiapa yang beranggapan bahwa kami mempunyai sesuatu yang kami baca selain kitab Allah, sungguh ia telah berdusta."

Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, mereka berkata, "Assalamu'alaika wahai Mahdi."
Ia menjawab, "Ya, aku adalah Mahdi (yang mendapat petunjuk) kepada kebaikan.dan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allah, akan tetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata, "Assalamu'alaika ya Muhammad."

Tidak berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentang tempat yang akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanya.  Allah telah berkehendak agar al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpas Abdullah ibn az-Zubair dan agar manusia seluruhnya membaiat Abdul Malik ibn Marwan.

Maka, tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada Abdul Malik, ia berkata, "Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin, dari Muhammad ibn Ali. Amma ba'du.Sesungguhnya setelah aku melihat perkara ini kembali kepadamu, dan manusia membaiatmu. Maka, aku seperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz. Aku mengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamu'alaika."

Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya, mereka berkata, "Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan (baca: keluar dari ketaatan) dan membikin perpecahan dalam perkara ini, niscaya ia mampu melakukannya, dan niscaya engkau tidak memiliki jalan atasnya.Maka tulislah kepadanya dengan perjanjian dan keamanan serta perjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak diusir dan diusik, ia dan para sahabatnya."

Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya saja Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidak hidup lama setelah itu. Allah telah memilihnya untuk berada di sisi-Nya dalam keadaan ridla dan diridlai.

Semoga Allah memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah di kuburnya, dan semoga Allah mengindahkan ruhnya di surga.ia termasuk orang yang tidak menginginkan kerusakan di bumi tidak pula ketinggian di antara manusia.

Sumber: - Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nu'aim, III: 174, - Tahdziib at-Tahdziib, IX:354, - Shifah ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi (cet. Halab), II: 77-79, - Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sa'd, V:91, - Al-Waafi bi al-Wafayaat (terjemah): 1583, - Wafayaat al-A'yaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169, - Al-Kamil, III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H, - Syadzarat adz-Dzahab, I:89,- Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89, - Al-Bad'u Wa at-Tarikh, V:75-76, - Al-Ma'arif oleh Ibnu Qutaibah: 123, - Al-'Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, tahqiq al-'Urayyan, Juz II,III,V dan VII

Kompilasi Ulang dari www.ahlulhadiits.wordpress.com Online melalui www.alquran-sunnah.com

Senin, 23 April 2012

Tafwidh Dan Mufawidhah

Oleh Ustadz Abu Asma Andre pada 22 April 2012 pukul 20:27 ·
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh.

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مّسْلِمُونَ 
 يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْراً وَنِسَآءً وَاتَّقُوْا اللَّهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْباً
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماًً
أما بعد: فإن أصدق الكلام كلام الله وخير الهدي هدي محمد  وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.

Pendahuluan :  Telah terjadi kesalah pahaman diantara sebagian orang dengan menganggap bahwasanya ahlussunnah dalam masalah nash - nash asma wa shifat adalah menyerahkan maknanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala, padahal ini adalah sebuah kekeliruan. Sesungguhnya yang diserahkan oleh ahlussunnah bukan maknanya akan tetapi kaifiyatnya sebagaimana tampak dalam ucapan imam - imam as salaf. Dibawah ini ada tulisan ringkas menjelaskan hakikat madzhab mufawidhah berikut penjelasan yang insyaAllah memadai.

Makna Tafwidh Secara Bahasa Dan Istilah :

Tafwidh secara bahasa, sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Ibnu Faris rahimahullah adalah : menyerahkan urusannya kepada orang lain. ( Al Qamus Al Muhith hal 651 ).

Al Imam Zainuddin Muhammad Ar Razi rahimahullah berkata : " Tafwidh maknanya adalah mengembalikan kepada yang memberikan. "    ( Mukhtarus Shihah hal 445 - cetakan Darus Salam - Kairo )

Berkata Imam An Nawawi rahimahullah : " Berkata ahli bahasa, maknanya adalah seseorang menyerahkan urusannya atau mewakilkan dan mengembalikan urusannya, dan inilah yang disebutkan oleh Ar Rafi'i. " ( Tahdzib Asma Wa Lughat 1/75 )

Tafwidh secara istilah :  memalingkan lafadh dari zhohirnya kepada ketiadaan makna, tanpa adanya penjelasan tentang apa makna yang diinginkan selanjutnya, bahkan meninggalkan dan menyerahkan maknanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan misalnya mengucapkan : " Allah yang lebih mengetahui akan apa yang diinginkan. " ( An Nizhamul Farid hal 128 lewat perantaraan Tahdzib Asma Wa Lughat 1/75 )

Keadaan Kaum Mufawidhah :

Maka kaum mufawidhah pada hakikatnya beriman kepada lafadz - lafadz yang ada di dalam Al Qur-an dan As Sunnah tanpa kemudian mereka memahaminya - bahkan menyerahkan pemahaman kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah shalallahu alahi wa sallam. Hal ini khususnya terjadi pada dalil - dalil asma wa shifat - sehingga mereka beranggapan bahwa dalil - dalil asma wa shifat adalah tidak dapat terpahami dan mustahil untuk dipahami, dan tidak ada yang memahami maknanya melainkan Allah subhanahu wa ta'ala. Kaum mufawidhah menetapkan shifat bersama dengan menyerahkan makna dan kaifiyatnya kepada Allah subhanahu wa ta'ala - dan ini bertentangan dengan pendapat ahlussunnah wal jama'ah dimana yang mereka serahkan adalah kaifiyatnya dan mereka memahami maknanya, itulah yang masyhur sebagaimana dimaukan dalam ucapan Al Imam Malik rahimahullah. ( Madzhab Ahlut Tafwidh hal 18 karya Syaikh Ismail bin Rumaih hafidzahullah )

Bangunan Madzhab Mufawidhah :

Lebih lanjut Syaikh Ismail hafidzhullah menjelaskan bangunan madzhab ahlul tafwidh beliau berkata ( Madzhab Ahlut Tafwidh hal 19 ):
1. Keyakinan mereka bahwasanya dhahir nash shifat adalah bersifat mutasyabih *, dan tidaklah mungkin dipahami oleh akal maknanya, dan telah maklum - menurut mereka - bahwasanya ketika disebutkan shifat ( shifat Allah subhanahu wa ta'ala - pent ), maka tidaklah mungkin dipahami dengan sifat makhluk, sehingga menurut akal mereka nash shifat bagi Allah tidak ada yang mengetahui maknanya melainkan Allah subhanahu wa ta'ala.
2. Bahwasanya makna yang disebutkan dalam nash - nash bersifat tidak diketahui oleh makhluk secara jalan ilmu, bahkan ilmunya Allah subhanahu wa ta'ala sembunyikan ilmunya, disinilah pembeda antara madzhab ahlul ta'wil dengan ahlul tafwidh, yang mana ahlul ta'wil** memperbolehkan berijtihad ( dan ini salah - pent ) didalam masalah penetapan asma dan shifat.

Berlepas Dirinya As Salafus Shalih Dari Bid'ah Tafwidh :

Sebagian orang menisbatkan bahwasanya tafwidh adalah madzhab ahlussunnah wal jama'ah - as salafus shalih - dalam masalah ini, dan ini keliru, madzhab As salaf sesungguhnya menyerahkan kaifiyyatnya kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan bukan maknanya ***, dan mereka memahami makna - makna yang disebutkan didalam ayat - ayat maupun hadits - hadits yang terkait dengan asma dan shifat bagi Allah subhanahu wa ta'ala.

Mereka memahami makna istiwa, nuzul, ketinggian, wajah, mata, kaki dan semisalnya dari nash - nash asma wa shifat, dan mereka memahami bahwasanya makna dari wajah bukanlah mata, dan makna dari mata bukanlah nuzul dan seperti inilah pemahaman mereka, dan yang mereka serahkan adalah kaifiyatnya, sebagaimana pendapat ini telah kuat disisi imam - imam ahlussunnah, semisal Al Auzai, Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas, Laits bin Sa'ad dan selain mereka dari kalangan as salaf yang berkata :
أمروها كما جاءت بلا كيف
" Perlakukan sebagaimana datangnya dan jangan bertanya kaifiyatnya." - hal ini menunjukkan yang mereka serahkan adalah kaifiyatnya bukan maknanya, sebagaimana perkataan Rabi'ah bin Abi Abdurrahman dan Malik bin  Anas ketika ditanya tentang istiwa mereka berkata :
الاستواء غير مجهول ، والكيف غير معقول
" Istiwa bukanlah perkara yang tidak diketahui dan kaifiyatnya tidaklah diketahui. " ( Al 'Ilam bil Mukhalafah hal 29 lewat perantaraan Madzhab Ahlut Tafwidh hal 21 )

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata - ketika menjelaskan perkataan Imam Malik rahimahullah ( tentang istiwa - pent ) : " Beginilah perkataan seluruh imam ummat ini,  perkataan mereka menyepakati Malik didalam keterangan bahwasanya yang tidak diketahui adalah kaifiyat istiwa, dan sebagaimana mereka tidak memahami tentang kaifiyat Dzat Allah subhanahu wa ta'ala****, akan tetapi mereka memahami maknanya sebagaimana nampak dalam ucapan para Imam tersebut, sebagaimana mereka memahami makna nuzul akan tetapi tidak mengetahui bagaimana caranya, dan seterusnya. ( Majmu Fatawa 5/356 )

Diantara Sebab - Sebab Munculnya Bid'ah Tafwidh :

1. Pemahaman kaum mufawidhah yang salah terhadap ucapan imam - imam as salafus shalih, dimana mereka memahami bahwasanya as salaf menyerahkan makna dan kaifiyatnya - dan ini telah dijelaskan diatas bagaimana hakikat manhaj salaf dalam masalah ini.
2. Menyandarkan diri kepada akal dan menggunakan filsafat yunani yang rusak dalam masalah agama. ( Madzhab Ahlut Tafwidh hal 33 - 36 dengan diringkas )


---##---

Catatan Kaki :

* Abu Asma Andre katakan : " Disini ada kaitan erat antara pemahaman bahwasanya nash-nash asma wa shifat adalah mutasyabih secara mutlak dengan keyakinan tafwidh, semoga Allah subhanahu wa ta'ala memudahkan saya untuk menyusun dan mengumpulkan apa - apa yang terkait dengan pembahasan ini dari apa - apa yang terdapat dikitab - kitab para ulama. Hal ini sebagaimana telah disebutkan oleh Syaikh Ismail bin Rumaih didalam pasal dalam kitab Madzhab Ahlul Tafwidh hal 12. "

** Abu Asma Andre katakan : " Pada kesempatan yang telah lalu saya telah menjelaskan makna ta'wil disisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, silahkan lihat di akun saya.

*** Dan pada kesempatan saya ( Abu Asma Andre ) tallaqi kitab Qawaidul Mutsla dengan Ustadzuna Abu Isa Abdullah bin Sallam hafidzahullah saya bertanya kepada beliau : " Apakah yang tidak diketahui oleh ahlussunnah hanyalah kaifiyat dari asma wa shifat atau ada yang lain ? " Beliau menjawab : " Bahwasanya yang tidak diketahui oleh ahlussunnah ada dua macam : 1. Kaifiyatnya dan 2. Puncak dari kesempurnaan maknanya. " ( Tallaqi Qawaidul Mutsla dengan Ustadz Abu Isa Abdullah bin Sallam hafidzahullah - sekitar tahun 2003 )

**** Abu Asma Andre katakan : " Inilah keyakinan ahlussunnah wa jama'ah, dan terbuktilah bahwasanya ahlul bid'ah yang menuduh ahlussunnah sebagai mujasimmah ( menyerupakan Allah dengan makhluk ) adalah salah sasaran, dan insyaAllah - permasalah mujasimmah dan ahlul mujasimmah akan dibahas pada kesempatan yang lain - semoga Allah memudahkan. "


Abu Asma Andre
Ciangsana - Cileungsi
1 Jumadil Tsani 1433 H

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber : TAFWIDH DAN MUFAWIDHAH

Sabtu, 21 April 2012

Allah Ada Dimana Mana, Benarkah?

Mendongkel Pemahaman Allah Berada Dimana - Mana Dengan Dalih QS Al An'aam:3

Oleh Abu Asma Andre

Diantara syubhat yang dihembuskan ahlul hulul dan ahlut tawil dalam mengingkari keberadaan Allah subhanahu wa ta'ala berada di arsy adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala :
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ
"  Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan." ( QS Al An'aam : 3 )

Ayat ini disalahpahami oleh banyak ahlul ta'thil dan ahlul hulul dengan mengatakan :  berdasarkan ayat ini maka Allah tidaklah beristiwa diatas arsy dan Allah berada dimana - mana. Ketahuilah bahwasanya membawakan ayat ini sebagai alasan untuk menolak beristiwanya Allah dan Allah berada diketinggian adalah madzhab Jahmiyyah, sehingga Imam Ahlussunnah Wal Jama'ah Ahmad bin Hanbal rahimahullah membawakan ayat ini dibawah judul Bab Bayan Maa Ankarat Al Jahmiyyah Ana Yakuna Allah 'Alal Arsy ( Bab Keterangan Pengingkaran Jahmiyyah Tentang Keberadaan Allah Di Arsy - hal 142 - 153 ), didalam kitabnya yang agung  Ar Raddu Ala Jahmiyyah Wa Zanadiqah. ( yang saya pegang cetakan Darus Tsabat - Riyadh - 1424 H - dan anda bisa lihat cover kitab ini di foto status ini  )

Didalam kitab Ar Raddu 'Ala Jahmiyyah Wa Zanadiqah - Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah betul - betul menunjukkan kualitasnya sebagai Imam Ahlussunnah Wal Jama'ah, yang dengan sebab itu maka saya ridha dan tidak merasa keberatan untuk mengikuti pendapat dan bantahan beliau terhadap Al Jahmiyyah dalam masalah ini serta menukilkan didalam risalah ringkas ini, hal ini sekaligus merupakan pukulan bagi ahlul hulul dan ahlul ta'thil yang menentang pendapat ini - sehingga mereka tahu dengan siapa mereka akan berlawanan pendapat - yaitu dengan Imam Ahmad rahimahullah.

Al Imam Ahmad berkata : " Apabila kami katakan : Mengapa kalian mengingkari keberadaan Allah beristiwa diatas arsy ? padahal Allah berfirman :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
" Ar Rahman ( Allah ) beristiwa diatas arsy' ? " ( QS Thaha : 5 )

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
" Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia beristiwa di atas ´arsy. " ( QS Al Hadid : 4 )

Maka mereka berkata : " Dia ( Allah ) berada dibumi dan dibawah bumi yang tujuh sebagaimana Dia berada di arsy. Dia berada di arsy juga Dia berada di bumi disemua tempat, dan tidaklah ada tempat yang kosong dari keberadaan-Nya, tidaklah dari satu tempat ke tempat yang lain melainkan ada Dia ( Allah subhanahu wa ta'ala ), kemudian mereka membaca ayat :
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ
" Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan." ( QS Al An'aam : 3 )

Maka kami ( Imam Ahmad ) katakan : " Sesungguhnya telah mengetahui kaum muslimin ada banyak tempat yang tidaklah disana ada Allah subhanahu wa ta'ala." ( Maksudnya - Imam Ahmad rahimahullah sedang  menunjukkan kesalahan pendapat ini dan kesalahan argumentasi mereka dengan ayat ini - pent ).

Maka mereka berkata : " Tempat mana ? "

Maka kami jawab : " Dijasadmu, dimulutmu, diperutmu, di babi dan berhala, dan tempat - tempat yang kotor ( di bumi - pent ), maka tidaklah mungkin Allah berada disana. "

( Kemudian Al Imam Ahmad rahimahullah menyebutkan 10 ayat yang menunjukkan Allah berada di ketinggian dan beristiwa di arsy - mulai dari hal 146 - 147 ).

Keterangan Al Imam Ahmad rahimahullah diatas cukup membuktikan beberapa hal :
1. Pengingkaran bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala beristiwa di arsy' adalah permasalahan yang sudah lama dan dipelopori oleh kaum Jahmiyyah dan Zindiq.
2. Imam Ahmad menetapkan Allah beristiwa di atas arsy dengan bukti beliau berhujjah dengan QS Thaha : 5 dan sepuluh ayat yang lain.
3. Imam Ahmad menetapkan bahwasanya kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala tidak mungkin berada di semua tempat.

Maka apa pemahaman yang shahih dari ayat :
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ
" Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan." ( QS Al An'aam : 3 ),

Maka saya ( Abu Asma Andre ) menjumpai ucapan yang sangat memadai dan penyejuk hati dalam masalah ini - sebuah ucapan yang disampaikan oleh Al Imam Muhammad Amin Asy Syanqithi rahimahullah didalam tafsirnya Adhwa'ul Bayan 2/139-140 ( yang saya pegang cetakan Maktabah Adhwa'us Salaf - Saudi Arabia - 1425 H ), beliau berkata :
" Di dalam ayat yang mulia ini ada tiga penafsiran diantara para ulama tafsir :

1. Bahwa maknanya adalah Allah adalah yang disembah di langit dan di bumi, dan sesungguhnya tidak ada sesuatu yang berhak disembah dengan sebenar - benarnya penyembahan, baik di langit maupun di bumi melainkan Allah, hal ini sebagaimana Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
" Dan Dialah Tuhan ( Yang disembah ) di langit dan Tuhan ( Yang disembah ) di bumi dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " ( QS Az Zukhruf : 84 )...Dan pendapat ini yang dipilih oleh Al Imam Al Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya Jami'ul Ahkamil Qur-an.

( Abu Asma Andre katakan : cara menafsirkan ayat yang satu dengan ayat yang lain adalah ma'ruf dikenal disisi para ulama ahli tafsir, dan inilah yang dilakukan oleh Al Hafidz Ibnu Katsir Asy Syafi'i rahimahullah didalam tafsirnya - sebagaimana beliau sebutkan kaidah - kaidah tafsir seperti ini di muqadimmah tafsir beliau - silahkan merujuk kesana )

2. Makna dari ayat ini adalah : Allah subhanahu wa ta'ala mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tidak ada sedikitpun yang terluput dari pengetahuannya, sebagaimana Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
قُلْ أَنْزَلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
" Katakanlah : "Al Qur-an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( QS Al Furqan : 6 )...dan inilah pendapat Imam Ahli Lughah Al Imam Ibnu Nuhas rahimahullah dan beliau ( Ibnu Nuhas ) berkata : " Inilah pendapat yang paling bagus dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. "

3. Ayat ini diwaqafkan ( dihentikan bacanya ) di lafadz وَهُوَ اللَّهُ
baru dilanjutkan, sehingga menimbulkan cara baca : " Dan Dialah Allah. ( waqaf ). Dan inilah pendapat Imam besar ahli tafsir Al Imam Muhammad bin Jarir Ath Thabari rahimahullah ( Ibnu Jarir )....

Inilah ketiga pendapat ulama ahli tafsir didalam masalah ayat ini, dan dimanakah hujjah yang menyelisihinya ?

Abu Asma Andre
Ciangsana - Cileungsi
23 Jumadil Ula 1433 H
--------------------------------------------
sumber : MENDONGKEL PEMAHAMAN ALLAH BERADA DIMANA - MANA DENGAN DALIH QS AL AN'AAM : 3

Al Imam Asy Syafii Rahimahullah Dan Keimanannya Tentang Ketinggian Allah

Oleh Abu Asma Andre

Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'i rahimahullah - siapa yang tidak mengenal beliau ? kemasyhuran dan pembelaannya terhadap sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sudah masyhur dan maklum.

Al Imam Al Suyuthi rahimahullah meriwayat dalam kitabnya - Miftahul Jannah - hal 5 ( yang saya pegang cetakan Jami'ah Islamiyyah Madinah An Nabawiyyah, tahun 1409 H ) :
روى الإمام الشافعي رضي الله عنه يوما حديثا وقال إنه صحيح فقال له قائل: أتقول به يا أبا عبد الله؟، فاضطرب وقال: "يا هذا أرأيتني نصرانيا؟ أرأيتني خارجا من كنيسة؟ أرأيت في وسطي زناراً؟ أروي حديثاً عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا أقول به".
Diriwayatkan dari Al Imam Asy Syafi'i radhiallahu anhu : pada suatu hari beliau menyampaikan sebuah hadits dan menshahihkannya, kemudian ada seseorang yang berkata : " Apakah engkau berpendapat dengannya ? " Maka terdiam sejenak Imam Asy Syafi'i dan berkata : " Wahai anda, apakah engkau mengira aku ini nashrani ? atau engkau pernah melihat aku keluar dari gereja, atau engkau pernah melihatku memakai ikat pinggang majusi ? aku ini hanya menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, dan aku tidak berpendapat dengannya ? "

Maka jelas bagaimana sikap Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah, dimana beliau apabila menshahihkan sebuah hadits itulah yang menjadi pendapat beliau dan beliau berpegang teguh dengannya, dan beliau mencela orang yang menyelisihi hadits dengan pendapatnya dan perasaannya.

Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah memiliki kitab agung yang beliau beri judul Ar Risalah, dimana isi kitab ini merupakan kumpulan dari berbagai macam ilmu, diantara hal yang jarang diungkap dari kitab ini, bahwasanya Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah menetapkan didalamnya bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala beristiwa diatas arsy dan menjadikan bahwasanya diantara alamat keimanan seseorang adalah mengimani seluruh hadits - hadits Rasulullah shalallahu alahi wa sallam, berikut nukilannya :

وقال * (إنما المؤمنين الذين آمنوا بالله ورسوله وإذا كانوا معه على أمر جامع لم يذهبوا حتى يستأذنوه) *  فجعل كما ابتداء الايمان الذي ما سواه تبع له
الايمان بالله ورسوله فلو آمن عبد به ولم يؤمن برسوله لم يقع عليه اسم كمال الايمان أبدا حتى يؤمن برسوله معه  وهكذا سن رسوله في كل من امتحنه للايمان

أخبرنا مالك عن هلال بن أسامة عن عطاء بن يسار عن عمر بن الحكم قال " أتيت رسول الله بجارية فقلت يا رسول على رقبة أفأعتقها فقال لها رسول الله أين الله فقالت في السماء فقال ومن أنا قالت أنت رسول الله قال فأعتقها

Dan berkata ( Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah ) : ( Allah subhanahu wa ta'ala berfirman ) :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَى أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوهُ
" Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. " ( QS An Nuur : 62 ).

Dengan ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kesempurnaan dari awal sebuah keimanan,sedangkan yang lain mengikutinya, yaitu iman kepada Allah kemudian iman kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seseorang beriman kepada Allah lalu tidak beriman kepada Rasul-Nya maka imannya itu selamanya kurang, dan tidaklah diberikan kepadanya penamaan dari kesempurnaan iman, sampai dia beriman kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, demikian pula Rasulullah shalallahu alahi wa sallam menetapka itu bagi setiap orang yang diujinya untuk diketahui apakah orang itu benar - benar beriman atau tidak.

Telah mengkhabarkan kepada kami Malik ( Imam Malik - pent ) dari Hilal bin Usamah dari Atha bin Yassar dari Umar bin Hakim berkata : " Didatangkan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam seorang budak perempuan, kemudian aku berkata : " Wahai Rasulullah, aku ingin memerdekakannya. " Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya ( budak perempuan tersebut ): " Dimana Allah ? " Dijawab olehnya : " Dilangit. ", kemudian Rasulullah shalallahu alahi wa sallam berkata : " Siapa saya ? " Budak tersebut menjawab : " Engkau adalah Rasulullah. " Maka bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : " Merdekakan dia." ( Ar Risalah hal 75 no 238 - 242, yang saya pegang dengan penjelasan dan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah cet tahun 1409 H  - dan covernya ada di foto status )

Maka hal ini mengandung beberapa kesimpulan :
1. Al Imam Asy Syafi'i berhujjah dengan hadits jariyyah ini untuk menetapkan status keimanan seseorang.
2. Bahwasanya jelas tampak didalam hadits ini ketika jariyyah tersebut ditanya dimana Allah, dan dia menjawab : Di langit, kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam membenarkannya, hal ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala berada di ketinggian ( di langit )
3. Adapun yang mengatakan bahwasanya : Barangsiapa mensifati Allah memiliki tempat atau arah maka di adalah mujasimmah ( dan orang - orang ini hakikatnya jahil terhadap apa itu pengertian mujasimmah disisi para ulama ) maka akan berkonsekuensi kepada dua hal :
1. Menuduh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mujasimmah.
2. Menuduh Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah mujasimmah.

Maka hendaklah orang - orang yang mengaku mengikuti Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah mengetahui bagaimana madzhab dan pendapat Al Imam Asy Syafi'i rahimahullah, dan insyaAllah di dalam kitab beliau yang lain yaitu Al Umm ada penjelasan yang merupakan madu bagi orang yang mencari kebenaran, dan insyaAllah akan diungkapkan pada kesempatan yang lain.

Abu Asma Andre
Ciangsana - Cileungsi
27 Jumadil Ula 1433 H
 ----------------------------------------

sumber : AL IMAM ASY SYAFII RAHIMAHULLAH DAN KEIMANANNYA TENTANG KETINGGIAN ALLAH

Penyebutan Kata Salaf Dalam Kitab - Kitab Para Ulama

Oleh Abu Asma Andre

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مّسْلِمُونَ 
 يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْراً وَنِسَآءً وَاتَّقُوْا اللَّهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْباً
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماًً
أما بعد: فإن أصدق الكلام كلام الله وخير الهدي هدي محمد  وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.

Belakangan ini - kebencian terhadap dakwah salaf dan pengikutnya ( salafi ) sedang berusaha ditebarkan oleh manusia dan kelompok - kelompok yang tidak menyenangi bangkitnya Islam diatas tashfiyyah dan tarbiyyah, Islam yang murni sebagaimana dipahami oleh salaf dari ummat ini. Diantara mereka melemparkan berbagai macam tuduhan dan diantara tuduhan yang menyedihkan adalah mengatakan bahwasanya salaf adalah dakwah baru yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Maka dibawah ini saya ( Abu Asma Andre ) berusaha mengumpulkan penyebutan kata salaf dalam makna generasi salafus shalih didalam kitab - kitab para ulama terdahulu, dan akan tampak didalamnya bahwasanya mereka :
1. Mengakui kebenaran dan keutamaan salaf.
2. Mengajak manusia untuk berpegang teguh kepada manhaj salaf.
3. Memperingatkan manusia dari penyelisihan terhadap manhaj salaf.

Saya urutkan berdasarkan hal yang dapat anda baca dibawah ini, dan cukuplah nukilan dibawah ini yang berbicara tentang kebenaran manhaj salaf, dan tidak perlu dikomentari oleh siapapun yang memiliki keinshafan dan keadilan didalam dirinya.

Hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam

عَنْ مَسْرُوقٍ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ أُمُّ الْمُؤْمِنِيِنَ قَالَتْ  …..فَإِنِّي نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
Dari Masruq (1) telah mengatakan kepadaku 'Aisyah Ummul Mu'minin radhiallahu anha beliau berkata : " …( ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berbicara kepada Fathimah radhiallahu anha – putri beliau ) : " Sesungguhnya sebaik – baik salaf ( pendahulumu ) adalah aku. "

Hadits diriwayatkan oleh :
Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari no 6285-6286 dan dalam Adabul Mufrad no 1030
Imam Muslim dalam Shahih Muslim no 2449-2450
Imam Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah no 1621 dan lain - lain

Dalam Kitab Hadits

Dalam Shahih Imam Bukhari

وَقَالَ الزُّهْرِيُّ فِي عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ الْفِيلِ وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا لَا يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ
وَإِبْرَاهِيمُ وَلَا بَأْسَ بِتِجَارَةِ الْعَاجِ
Berkata Az Zuhri (2) tentang tulang – tulang bangkai – seperti gajah dan yang selainnya. Beliau berkata : " Saya menjumpai orang – orang dari kalangan ulama salaf ( terdahulu ) bersisir dengannya dan menggunakan minyak dengan menyimpan di tulang tersebut. Dan mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut. "

وَقَالَ رَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ كَانَ السَّلَفُ يَسْتَحِبُّونَ الْفُحُولَةَ لِأَنَّهَا أَجْرَى وَأَجْسَرُ
Dan berkata Rasyid bin Sa'ad (3)  : " Bahwasanya As Salaf ( pendahulu ) menyukai kuda jantan, karena lebih cepat ( larinya ) dan lebih kuat ( tenaganya )

Dalam Shahih Imam Muslim

عَلِيَّ بْنَ شَقِيقٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ يَقُولُا عَلَى رُءُوسِ النَّاسِ دَعُوا حَدِيثَ عَمْرِو بْنِ ثَابِتٍ فَإِنَّهُ كَانَ يَسُبُّ السَّلَفَ
' Ali bin Syaqiq  berkata : " Saya mendengar Abdullah bin Mubarrak (4)  berkata dihadapan manusia banyak : " Abdullah bin Mubarrak berkata : " Tinggalkan hadits 'Amru bin Tsabit, karena dia mencaci As Salaf.

Dalam Kitab Tafsir

Dalam Tafsir Imam Ibnu Katsir
{ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ }  قال: مؤتمنا  . وبنحو ذلك قال مجاهد والسدي وقتادة وابن جريج والحسن البصري وغير واحد من أئمة السلف

Ketika Imam Ibnu Katsir menafsirkan
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ( sebagai pengawas bagi kitab – kitab yang lain - QS Al Maidah : 48 ), beliau berkata : " Batu ujian " , dan inilah yang disebutkan oleh Mujahid, As Suddi, Qatadah, Ibnu Juraij, Hasan Al Bashri dan tidak hanya seseorang saja dari kalangan Imam – Imam Salaf.

Dalam Kitab 'Aqidah

Aqidah Imam Abu Hasan Al Asyari ( Imam Al Asyari' )

ويعرفون حق السلف الذين اختارهم الله سبحانه لصحبة نبيه صلى الله عليه وسلم ويأخذون بفضائلهم ويمسكون عما شجر بينهم صغيرهم وكبيرهم، ويقدمون أبا بكر ثم عمر ثم عثمان ثم علياً رضوان الله عليهم ويقرون أنهم الخلفاء الراشدون المهديون أفضل الناس كلهم بعد النبي صلى الله عليه وسلم.
ويصدقون بالأحاديث التي جاءت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أن الله سبحانه ينزل إلى السماء الدنيا فيقول هل من مستغفر كما جاء الحديث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم،
ويأخذون بالكتاب والسنة كما قال الله عز وجل: " فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول " ويرون اتباع من سلف من أيمة الدين وأن لا يبتدعوا في دينهم ما لم يأذن به الله.
( Maqalat Islamiyyin hal 73 )

Dan mengetahui kebenaran As Salaf (5), yang mana telah dipilih oleh Allah subhanahu wa ta'ala untuk menemani Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam , kita mengambil keutamaan – keutamaan mereka,  dan menahan diri dari perselisihan yang terjadi diantara mereka, baik kecil maupun besar. Kita mendahulukan Abu Bakar radhiallahu anhu, kemudian Umar radhiallahu anhu, kemudian Utsman radhiallahu anhu, kemudian 'Ali radhiallahu anhu - semoga Allah meridhai mereka -, merekalah Khulafaur Rasyidun Al Mahdiyun, dan seutama-utama manusia setelah Nabi shalallahu alaihi wa sallam.

Dan kita membenarkan hadits-hadits yang datang dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala turun kelangit dunia dan berkata : " Adakah yang meminta ampun ? " Seperti apa yang datang dari sisi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Dan kita mengambil Al Kitab dan Sunnah seperti Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya). ( QS An Nisaa : 59 )

Dan kemudian kita mengikuti Salaf ( pendahulu ) dari kalangan imam – imam agama ini dan kita tidak mengada – adakan sesuatu dalam agama, yang tidak diperbolehkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

Aqidah Imam Abu Ja'far Ath Thahawi Al Hanafi

وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ مِنَ السَّابِقِينَ ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ – أَهْلِ الْخَيْرِ وَالْأَثَرِ ، وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ – لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا بِالْجَمِيلِ ، وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فَهُوَ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلِ
Syarah Thahawiyyah fi Aqidah Salafiyyah ( Ibnu Abi Izz Al Hanafi 3/197 )

Dan 'ulama As Salaf yang terdahulu, dan yang kemudian dari kalangan tabi'in – yang mereka adalah orang yang terbaik dan ahli fiqh dan nazhar – tidaklah kita  menyebutkan ( mereka ) kecuali dengan keindahan ( keutamaan ), dan siapa saja yang menyebutkan mereka dengan keburukan, maka dia bukan berada dijalan ( yang benar ).

Aqidah Imam Al Lalika'i

1889 – عن مالك بن أنس ، قال : كان السلف يعلمون أولادهم حب أبي بكر وعمر كما يعلمون السورة من القرآن
( Syarah Ushul Itiqad Ahlus Sunnah Wal Jama'ah no 1889 )

Dari Malik bin Anas (6)  berkata : " Biasanya As Salaf mengajarkan kepada anak – anak mereka mencintai Abu Bakar radhiallahu anhu dan Umar radhiallahu anhu sebagaimana mengajarkan surat dari Al Qur'an.

Dalam Kitab Fiqih Empat Mazhab

Fiqh Hanafiyyah

وَلِأَنَّ أَذَانَ النِّسَاءِ لَمْ يَكُنْ فِي السَّلَفِ
Bada'ius Shana'I fi Tartib Asy Syara'i 2/101

Dan sesungguhnya wanita adzan, tidaklah terjadi pada kalangan As Salaf ( terdahulu ).

Fiqh Malikiyyah

 ( قَائِمٌ ) يَعْنِي أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ الْمُؤَذِّنُ قَائِمًا اتِّبَاعًا لِمَا مَضَى عَلَيْهِ السَّلَفُ وَلِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى التَّوَاضُعِ وَأَبْلَغُ فِي الْإِسْمَاعِ
Mawahab Jalil fi Syarah Mukhtasar Syaikh Khalil 3/344

( Berdiri – ketika adzan ) : " Yaitu disukai muadzin berdiri ketika adzan, untuk mengikuti apa yang telah dilakukan olah As Salaf, karena sesungguhnya hal tersebut lebih dekat kepada tawadhu dan lebih dapat menyampaikan suara ( muadzin ).

Fiqh Syafi'iyyah

(1471) ولا يكون لاحد أن يقيس حتى يكون عالما بما مضى قبله من السنن وأقاويل السلف وإجماع الناس واختلافهم ولسان العرب
Ar Risalah no 1471, karya Imam Asy Syafi'i

Imam Asy Syafi'i berkata  : " Tidaklah boleh seseorang untuk melakukan qiyas ( analogi ) sampai dia menjadi seseorang yang mengetahui ( alim ) tentang apa yang terjadi sebelumnya dari sunnah – sunnah, ucapan – ucapan As Salaf dan ijma manusia dan perselisihan mereka, serta bahasa 'arab.

Fiqh Hanabillah

فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ عَقْدُ النِّكَاحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ؛ لِأَنَّ جَمَاعَةً مِنْ السَّلَفِ اسْتَحَبُّوا ذَلِكَ ؛ مِنْهُمْ ضَمْرَةُ بْنُ حَبِيبٍ ، وَرَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ ، وَحَبِيبُ بْنُ عُتْبَةَ ؛ وَلِأَنَّهُ يَوْمٌ شَرِيفٌ ، وَيَوْمُ عِيدٍ ، فِيهِ خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ
Al Mughni 15/39, Imam Ibnu Qudamah  (7)

Pasal : " Disukai melakukan akad nikah pada hari jum'at, karena sesunggunya jama'ah dari As Salaf menyukai hal sedemikian. Diantaranya adalah Dhamrah bin Habib (8) , Rasyid bin Sa'ad, Habib bin 'Utbah. Karena hari tersebut ( hari jum'at ) adalah hari yang agung, hari 'id ( berkumpulnya manusia ), dihari tersebut Allah subhanahu wa ta'ala menciptakan Adam alaihi sallam

Dalam Lain – Lain Kitab

Dalam Kitab Syuabul Iman 4/358 no 1793 karya Imam Baihaqi.

سمعت ، أبا عبد الرحمن السلمي يقول : سمعت محمد بن أحمد الفراء يقول : ما بال كلام السلف أنفع من كلامنا ؟ قال : « لأنهم تكلموا لعز الإسلام ، ونجاة النفوس ، ورضا الرحمن ، ونحن نتكلم لعزة النفس ، وطلب الدنيا ، وقبول الخلق »
Saya mendengar Abu Abdurrahman As Sulami  (9) berkata : Saya mendengar Muhammad bin Ahmad Al Fara berkata : " Apa yang menyebabkan ucapan As Salaf lebih bermanfaat dari ucapan kita ? " Maka dijawab : " Karena mereka berkata untuk kemulian Islam, keselamatan diri, ridha Ar Rahman ( Allah ), adapun kita berbicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia dan agar diterima manusia. "

Dalam Kitab Syarah Shahih Muslim 1/481 karya Imam An Nawawi

وَفِيهِ : جَوَاز اِسْتِخْدَام الزَّوْجَة فِي الْغَسْل وَالطَّبْخ وَالْخَبْز وَغَيْرهَا بِرِضَاهَا ، وَعَلَى هَذَا تَظَاهَرَتْ دَلَائِل السُّنَّة وَعَمَل السَّلَف وَإِجْمَاع الْأُمَّة
Dan padanya : " Bolehnya membantu istri dalam mencuci, memasak, membuat roti dan selainnya untuk meringankannya, dan untuk hal ini telah jelas dalil – dalilnya dalam sunnah, dan amal As Salaf dan ijma ummat.

Dalam Ihya 'Ulumuddin 1/129 karya Imam Al Ghazali

وقد اشتهر عن السلف قولهم: الإيمان عقد وقول وعمل
Dan telah masyhur dikalangan As Salaf ucapan mereka : " Iman adalah keyakinan, ucapan dan amalan. "(10)

--###--
Catatan Kaki :

1. Masruq bin 'Ajda bin Malik bin Umayyah bin Abdillah Al Hamdani Al Wadii' rahimahullah , seorang tabi'in, wafat tahun 62/63 H. Tentangnya berkata Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah : " Tsiqat. " ( Tahdzibut Tahdzib 10/111 ), Hadits yang diriwayatkan beliau diterima Imam – Imam Ahli Hadits.

2. Az Zuhri,  Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab bin Abdullah bin Harits bin Zuhrah Al Quraisy Az Zuhri, Abu Bakar Al Madani rahimahullah, seorang tabi'in, wafat tahun 125 H. Tentangnya Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata : " Al Faqih, Al Hafidz, disepakati kemuliaannya. " ( Tahdzibut Tahdzib 9/450 ). Hadits yang diriwayatkan beliau diterima Imam – Imam Ahli Hadits.

Kalau Az Zuhri adalah seorang tabi'in, maka yang beliau maksud dengan salaf adalah shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. ( Fathul Bari 1/342 )

3. Rasyid bin Sa'ad rahimahullah, seorang tabi'in, wafat 108/113 H.Tentangnya Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata : " Tsiqat. " ( Tahdzibut Tahdzib 3/226 ). Hadits yang diriwayatkan beliau diterima Imam – Imam Ahli Hadits.

Kalau Rasyid bin Sa'ad rahimahullah seorang tabi'in maka yang beliau maksud salaf adalah para shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.  ( Fathul Bari 6/66 )

4. Abdullah bin Mubarrak bin Wadhih Al Hanzhali At Taimi rahimahullah, seorang tabi'ut tabi'in, lahir tahun 118 H, wafat tahun 181 H.Tentangnya Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata : " Tsiqat, Tsabit, Faqih, Mujahid, orang yang pemurah, terkumpul padanya seluruh cabang – cabang kebaikan." ( Tahdzibut Tahdzib 5/386 ). Hadits yang diriwayatkan beliau diterima Imam – Imam Ahli Hadits.

Kalau Abdullah bin Mubarrak seorang tabiut tabi'in maka yang beliau maksud salaf adalah shahabat Rasulullah  shalallahu alaihi wa sallam dan para tabi'in.

5. Maka yang Imam Al Asyari maksudkan adalah para shahabat Nabi shalallahu alaihi wa sallam, karena tidak ada yang menemani Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam melainkan para shahabat radhiallahu anhu, dan ini tampak jelas dari susunan kalimat berikutnya

6. Malik bin Anas rahimahullah, masyhur dengan nama Imam Malik, dinisbatkan mazhab Malikiyyah kepada beliau. Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amr bin 'Amru Al Ashabi Al Himyari rahimahullah, Abu Abdillah Al Madani Al Faqih. Lahir tahun 93 H wafat tahun 179 H. Seorang tabi'ut tabi'in. Biografi beliau dapat dilihat dalam Tahdzibut Tahdzib 10/8, karya Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah.

7. Imam Ibnu Qudamah adalah salah seorang diantara murid Syaikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahumullah.

8. Dhamrah bin Habib bin Shuhaib Az Zubaidi rahimahullah, Abu Utbah. Seorang tabi'in, wafat tahun 130 H. Tentangnya Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata : " Tsiqat.  "( Tahdzibut Tahdzib 4/459 )

9. Abu Abdurrahman As Sulami, Abdullah bin Habib bin Rabi'ah rahimahullah, seorang tabi'in, wafat tahun 70 H. Tentangnya Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :" Tsiqat, tsabit " ( Tahdzibut Tahdzib 5/184 )

10. Dan dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali rahimahullah menyebutkan kata As Salaf sebanyak kurang lebih 159 kali.


Abu Asma Andre
Ciangsana - Cileungsi
15 Ramadhan 1430 H

Revisi Pertama
30 Jumadil Ula 1433 H

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
 ------------------------------------------------


sumber PENYEBUTAN KATA SALAF DI KITAB - KITAB PARA ULAMA

Wanita Penghuni Surga Itu…

dari catatan Abu Muhammad Herman

Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku: "Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”  Aku menjawab: “Ya”. Ia berkata: Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:

'Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’ 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’ 

Wanita itu menjawab:

‘Aku pilih bersabar.’

Lalu ia melanjutkan perkataannya:

‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’ 

Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.

Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu?

Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga?

Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok?

Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?

Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.

Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.

Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.

Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.

Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.

Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.

Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”

Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.

Tapi, lihatlah perkataannya...

Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya?

Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia?

Betapa malunya (malukah) ia karena menderita penyakit ayan?

Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.

Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???

Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”

Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.

Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.”  (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)

Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.

Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap.

Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak (lagi) tersingkap (lebih memilih tetap sakit daripada auratnya tersingkap).

Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?

Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.

Maraji’:
Syarah Riyadhush Shalihin (terj). Jilid 1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin. Cetakan ke-3. Penerbit Darul Falah. 2007 M.

Penulis: Ummu Rumman Siti Fatimah
Muraja’ah: ustadz Abu Salman

Sumber: http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/wanita-penghuni-surga-itu.html