Penulis: Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin As-Sidawy
I. WAKTU PUASA
Kapan dimulai puasa ? Dan kapan berakhir? Hal ini telah diterangkan secara global oleh Allah I dalam firman-Nya :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“ dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (Al Baqoroh : 187)
Dalam Shohih Al-Bukhory (1917) dan Muslim (1091/35) dari jalan Abu Hazim Salamah bin Dinar dari Sahl bin Sa’d t beliau menjelaskan : “ Tatkala ayat ini turun, bila ada seseorang yang hendak puasa, dia mengikat di kedua kakinya tali hitam dan tali putih, lalu dia terus saja makan dan minum hingga jelas nampak baginya pemandangan (dua tali tadi).
Maka Allah I turunkan setelah itu (مِنَ الْفَجْرِ ) merekapun tahu bahwa yang dimaksud adalah malam dan siang.”
Juga disebutkan dalam Shohih Al-Bukhory (1916) dan Muslim (1090) dari jalan ‘Amir bin Syurohbil As-Sya’by dari Ady bin Hatim t, beliau menguraikan : “ Tatkala turun ayat ini, saya mengambil ikatan hitam dan ikatan putih lalu saya letakkan di bawah bantalku, saya lihat di malam hari namun tidak nampak bagiku, saya pun pergi di pagi hari menuju Rosulullah r , lalu saya ceritakan hal tersebut kepada Beliau r , maka Beliau r bersabda
"إِنَّمَا ذَالِكَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَ بَيَاضُ النَّهَارِ "
“ yang dimaksud adalah kegelapan malam dan putihnya( terangnya ) siang”
Al-Imam Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqolany رحمه الله , salah seorang Imam besar dari Madzhab Syafi’iy, wafat tahun 852 H. Dalam Kitabnya Fathul Bari Syarh Shohih Al-Bukhory 4/633 cet. Daarul Fikr, Bairut-Libanon tahun 1416H/1996 M. Menjelaskan : “ Makna ayat ini adalah : Hingga nampak jelas putihnya siang dari hitamnya malam, kejelasan ini dicapai dengan terbitnya fajar shodiq.”
Silahkan periksa keterangan senada dari Al-Imam Asy-Syaukany Muhammad bin Ali bin Muhammad. Wafat tahun 1250 H. Seorang Imam besar dari Yaman, dalam tafsir beliau Fathul Qodir (1/339 cet. Daarul Wafa’-AL-manshurih-Mesir th 1418 H/1997 M).
II. FAJAR KADZIB DAN FAJAR SHODIQ
Ayat dan hadits di atas menjelaskan kepada kita secara gamblang batas akhir waktu shahur dan dimulainya waktu puasa. Yaitu dengan terbitnya fajar shodiq sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Imam Asy-Syaukany.
Dengan terbitnya fajar shodiq, masuknya waktu sholat shubuh, dimulainya waktu puasa dan berakhirnya waktu sahur.
Lalu bagaimana dan apa fajar kadzib dan fajar shodiq itu? Masalah ini telah dibahas oleh kakanda tercinta Al-Akh Agus Su’aidi dalam tulisannya “PEDOMAN WAKTU SHOLAT ABADI SESUAI PETUNJUK NABI r ”. Silakan merujuk ke sana.
Sementara itu, penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar di atas ditopang oleh banyak hadits dari Rosulullah r . Diantaranya :
Dari ‘Aisyah رضي الله عنها dia berkata : Bahwasanya Bilal biasa adzan pada waktu malam, maka Rosulullah r bersabda :
كُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَى يُؤَذِّنُ إِبْنُ أُمِّ مَكْتُمٍ فَإِنَّهُ لاَيُؤْذَنُ حَتَى يَطْلَعَ الفَجْرُ
“ Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum adzan, sebab dia tidak adzan hingga terbit fajar.” ( HR. Al-Bukhory [1918-1919] dan Muslim [1092/387] )
Hadits ini juga datang dari shohabat Ibnu Umar رضي الله عنهما pada refrensi yang sama.
Yang dimaksud dengan tebit fajar di sini adalah fajar shodiq bukan fajar kadzib, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ibnu Mas’ud t . Lihat Shohih Muslim no: 1093.
Al Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawy رحمه الله , wafat tahun 677 H, seorang alim besar Madzhab Syafi’iy, dalam kitabnya Syarh Shohih Muslim (7/176 cet. Daarul Kutub Al-Ilmiyah-Libanon tahun 1415 H/1995 M). Menjelaskan : “Hadits ini menunjukkan kebolehan makan, minum, jima’(hubungan suami-istri) dan segala sesuatu, hingga terbit fajar.”
Dari Samuroh bin Jundub t : Bahwa Rosulullah r bersabda :
لاَ يَغُرَّنَّ أَحَدَكُمْ نِدَاءُ بِلَالٍ مِنَ السَّحُورِ وَلاَ هَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَسْتَطِيرَ
“Janganlah menipu kalian untuk sahur adzan Bilal ataupun cahaya putih ini (fajar kadzib) hingga dia menyebar (fajar shodiq) “ (HR. Muslim no. 1094).
Bila keterangan di atas dapat difahami bersama, maka berikut ini saya bawakan beberapa permasalahan seputar sahur :
III. KEUTAMAAN MAKAN SAHUR
Makan Sahur memiliki banyak keutamaan diantaranya :
1. Makan Sahur adalah barokah.
Dalam Shohih Al-Bukhory (1923) dan Muslim (1095) dari jalan Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik t , Rosulullah r bersabda :
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً
“ Makan sahurlah kalian, karena Makan Sahur di dalamnya ada barokah”
Para ‘Ulama memperbincangkan makna barokah pada Makan Sahur.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan : “Pendapat yang tepat adalah bahwa barokah pada Makan Sahur dapat dicapai dari banyak sisi yaitu Mengikuti Sunnah, Menyelisihi Ahli Kitab, Memperkuat Diri dengan sahur untuk ibadah, Menambah Semangat, Mencegah Akhlak Jelek yang ditimbulkan oleh kelaparan, Menyebabkan adanya Amalan Shodaqoh kepada orang yang meminta pada waktu itu atau makan bersamanya, Menyebabkan adanya Amalan Dzikir dan Do’a di waktu maqbulnya do’a, Mengoreksi Niat Puasa bagi yang lupa sebelum tidur.” (Fathul Bari, 4/693)
2. Menyelisihi Ahli Kitab
Dalam Shohih Muslim (1096) dari hadits ‘Amr bin Al-‘Ash t bahwa Rosulullah r bersabda :
فَصَلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ الكِتَابِ أَكْلَةُ السَحْرِ
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah Makan Sahur“
IV. HUKUM MAKAN SAHUR
Telah lewat hadits Anas t di atas yang menunjukkan perintah Makan Sahur, sementara hukum asal perintah adalah wajib namun telah dinukil kesepakatan para ‘Ulama tentang Sunnahnya Makan Sahur. Dinukil oleh Ibnu Mundzir sebagaimana dalam Fathul Bari (4/639) dan Al-Imam An-Nawawy dalam Syarah Shohih Muslim (7/179).
Yang merubah hukum wajib menjadi Sunnah adalah riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi r penah berpuasa Wishol, lihat Shohih Bukhory (1922).
Makan Sahur dikatakan sah dengan memakan sesuatu apapun walau hanya meminum seteguk air.
V. WAKTU SAHUR
Ayat Surah Al-Baqoroh yang telah lewat di atas menunjukkan bahwa sahur bisa dilakukan kapan saja pada waktu malam, yang penting tidak melebihi fajar shodiq, namun telah datang banyak riwayat yang menganjurkan makan sahur hingga mendekati fajar shodiq diantaranya adalah:
Dari Sahl bin Sa’ad t dia berkata : “saya makan sahur dengan keluargaku, lalu saya bersegera untuk mendapat sujud (sholat fajar) bersama Rasulullah r “. (HR Bukhory no. 1920)
“Yang dimaksud oleh Sahl bin Sa’ad adalah karena sahurnya sangat dekat dangan tebitnya fajar(shodiq), maka dia bersegera dalam sahur dan hampir tidak mendapatkan sholat subuh bersama Rasulullah r karena Beliau r memulai sholat subuh pada waktu gholas (diawal waktu).”
Demikian diterangkan Al Qodhi ‘Iyad Al Maliky sebagaimana yang dinukil oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 4/67
Dari Zaid bin Tsabit t beliau berkata : “kami pernah sahur bersama Nabi r kemudian Beliau bangkit untuk sholat” saya (Anas bin Malik ) bertanya : berapa jarak antara adzan dan waktu sahur? Dia jawab : “seukuran lima puluh ayat” (HR Bukhory no. 1921)
Hadits-hadits di atas dijadikan dalil oleh para ‘Ulama untuk menunjukkan Sunnahnya mengakhirkan sahur hingga mendekati terbit fajar.
Berikut ini akan kami bawakan perkataan ‘Ulama dahulu maupun sekarang tentang hal ini sebagai gambaran jelas bagi kaum muslimin bahwa masalah ini telah diterangkan dan dipraktekkan oleh mereka :
Ø Al Imam As-Syafi’iy رحمه الله
“saya menganjurkan sahur diakhirkan selama tidak mendekati waktu yang ditakutkan telah terbit fajar, sebab (bila terbit fajar) saya menyukai sahur di stop pada saat itu…” (Al-Umm, 2/106 cet.1 Daarul Fikr tahun 1422 H/2002 M)
Ø Al Imam Ahmad bin Hambal رحمه الله ta’ala
“menakjubkan diriku mengakhirkan sahur karena hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit …” , lalu beliau membawakan hadits Zaid di atas.
(lihat Asy-Syarhul Kabir 4/220 cet. 1 Daarul Hadits Cairo tahun 1416 H/1996 M dan Al Mughni karya Ibnu Qudamah 4/251 cet. sama )
Ø Al Imam Ibnu Hazm Al Andalusy رحمه الله wafat Th 456 H
“Termasuk Sunnah menyegerakan buka puasa dan mengakhirkan sahur…” (lihat : Al Muhalla 6/240. cet. Daarul Afaq – Al Jadidah, Beirut tanpa tahun)
Ø Al Imam Nawawy رحمه الله
“di dalam hadits ini (hadits Zaid) ada anjuran mengakhirkan waktu sahur sampai waktu fajar. ” (Syarah Shohih Muslim, 7/180)
Bahkan beliau menukilkan kesepakatan Madzhab Syafi’iy dan para ‘Ulama lain tentang hal ini : “madzhab kami dan yang lainnya dari kalangan para ‘Ulama telah sepakat bahwa sahur adalah Sunnah dan mengakhirkannya adalah lebih utama. ” (lihat : Al Majmu’ Syarhul Muhadzab 6/621 cet : 1 Daarul ihya’ ut turots al ‘araby Beirut th 1422 H/2001 M)
Ø Al Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisy رحمه الله wafat th 630 H.
“Yang terpilih adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan buka puasa” (Al-Mughni, 4/251)
Ø Al Imam Ibnu Qudamah رحمه الله wafat th 682 H
“dianjurkan menyegerakan buka puasa dan mengakhirkan sahur” (As-Syarhul Kabir, 4/219)
Ø Imam Ibnu Katsir رحمه الله wafat 774 H
“Dianjurkan mengakhirkan sahur hingga waktu terbitnya fajar”(lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/228 cet.10, Daarul Ma’rifah-Bairut tahun 1418 H/1997 M)
Ø Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله wafat tahun 852 H.
“Hadits ini(hadits Zaid) ada penjelasan tentang mengakhirkan sahur, sebab hal ini tersebut lebih mencapai maksud (puasa)” (Fathul Bari, 4/638)
Ø Al Imam Syaukani رحمه الله wafat th 1255 H
“Di sini ada dalil yang menunjukkan di syari’atkan mengakhirkan sahur dan telah lewat penjelasan Ibnu Abdil Barr, bahwa hadits yang mengakhirkan sahur adalah shohih lagi mutawatir. ” (lihat Nailul Author 4/303 cet. 4 Daarul Fikr, tanpa tahun).
Dan beliau berpendapat bahwa hal ini adalah Sunnah, sebagaimana dalam kitab beliau (Ad-Darory Al-Mudliyah 1/379 Cet. 4, Maktabah Al-Irsyad-Shon’a-Yaman tahun 1421 H/2001M).
Ø Al Imam Al ‘Allamah Muhammad bin Sholih Al Utsaimin رحمه الله wafat 1421 H/2001 M
“Yang Sunnah adalah mengakhirkan sahur selama tidak khawatir terbit fajar, karena hal ini adalah perbuatan Nabi r”
(Lihat Majalis Syahri Romadlon hal 124 cet.1, Maktabah Al-Irsyad-Shon’a-Yaman tahun 1421 H/1996 M”).
Periksa juga penjelasan beliau lebih panjang dalam karya besar beliau (As-Syarhul Mumti’ 3/80-81 cet. Daarul Atsar, Mesir, tanpa tahun)
Ø Al Imam Al Alamah Muqbil bin Hadi رحمه الله wafat 1421 H/2001 M
“Sahur lebih afdhol di akhirkan sampai menjelang fajar kira-kira 60 ayat ...” (Ijabatus Sail hal 165 cet. 1 Daarul Hadits-Dammaj tahun 1416 H/1995 M)
Ø Al Imam Syaikh Abdullah Aalu Bassam رحمه الله (murid Imam As Sa’dy, sezaman dengan Syaikh Al Utsaimin)
“Hadits-hadits yang memerintahkan dan menganjurkan sahur, mengakhirkan waktunya, menyegerakan berbuka adalah mutawatir, sebagaimana yang dihikayatkan oleh At-Thohawy dan yang lainnya” (Taudlihul Ahkam 3/156 cet. Daarul Qiblah tanpa tahun).
Dalam karya beliau yang lain Taisirul Allam ( 2/38 cet. 7 Daarul Fikr tahun 1407 H/1987 M). Tatkala menyebutkan hadits Zaid bin Tsabit di atas beliau menyebutkan faedahnya di antaranya : “Keutamaan mengakhirkan sahur hingga menjelang fajar”.
Ø Al Imam ibnu Daqiq Al-Ied رحمه الله wafat 702 H
“Dalam hadits ini (hadits Zaid) ada dalil yang menunjukkan anjuran mengakhirkan sahur dan mendekatkannya pada fajar”. (Ihkamul Ahkam 2/163 cet. 1 Daarul Kutub Al-Ilmiyah-Bairut tahun 1420 M/2000 M).
Ø Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim Al Hilaly wafaqohumullah (murid ahli hadits zaman ini Al Imam Nasiruddin Al Albany رحمه الله)
“Dianjurkan mengakhirkan sahur hingga menjelang fajar ...” (Sifat Shoum An-Nabi hal : 46 cet. 5 Maktabah Islamiyah, tahun 1412 H).
Demikian sedikit nukilan dari para ‘Ulama dahulu maupun sekarang, cukuplah bagi kaum muslimin mengambil hadits Zaid bin Tsabit sebagai pedoman dalam masalah dengan nukilan Ijma’ dari imam terkenal madzab Syafi’iy, yaitu Imam An-Nawawy رحمه الله .
Jumat, 15 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
bismillah ...
saya akan sangat berterimakasih apabila anda berkenan membaca arikel di blog ini sampai tuntas dan kemudian meninggalkan jejak cinta dengan memposting komentar yang sopan dan sesuai dengan tema...
mohon ma'af karena komentar akan saya moderasi terlebih dahulu demi kenyamanan bersama ...