Penulis : Abu Muhammad Herman
Sudahkah kita BERSYUKUR kepada Allah dengan benar di hari kemarin? Atau jangan-jangan, kita justru berbuat KUFUR atas nikmat-Nya? Padahal Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Ibrahim: 7)
Ketahuilah bahwa melakukan syukur dan meninggalkan kufur TIDAK CUKUP HANYA DENGAN MENGETAHUI apa yang dicintai Allah. Sebab makna syukur adalah MENGGUNAKAN nikmat-Nya untuk sesuatu yang dicintai-Nya, sedangkan makna kufur adalah kebalikan dari hal itu, entah dengan tidak menggunakannya untuk itu atau menggunakannya tetapi untuk hal-hal yang dibenci-Nya.
Setiap benda yang diciptakan Allah tentu ada hikmahnya, dan di bawah hikmah itu tentu ada maksudnya. Maksud dari penciptaan makhluk dan penciptaan dunia serta sebab-sebabnya adalah agar dengan dunia itu (para) makhluk bisa mencapai Allah. Siapa pun yang menggunakan sesuatu bukan pada tempat yang semestinya ia diciptakan dan tidak seperti maksud dari penciptaannya, maka dia telah kufur terhadap nikmat Allah dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Sebagaimana hikmah diciptakannya mata, jika digunakan untuk memandang sesuatu yang diharamkan, berarti dia telah kufur terhadap nikmat Allah dalam kaitannya dengan mata. (Dikutip dari Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah, Bab: Masalah Syukur, dengan beberapa penyesuaian)
Lalu bagaimana dengan nikmat Allah berupa telinga, apakah akan kita gunakan untuk mengkufuri-Nya dengan cara mendengarkan sesuatu yang diharamkan (semisal mendengarkan musik dan nyanyian)?
Bagaimana dengan nikmat Allah berupa tangan, apakah akan kita gunakan untuk mengkufuri-Nya dengan cara melakukan sesuatu yang diharamkan, semisal bersalaman dengan lawan jenis yang bukan mahram, atau mencari rizki dengan cara yang diharamkan atau di tempat-tempat yang dapat mendatangkan kemurkaan Allah, atau bekerja di tempat-tempat yang membuat kita mengorbankan perintah syari'at seperti menaggalkan jilbab yang syar'i, memotong jenggot, atau tidak berani mengenakan celana yang panjangnya melebihi mata kaki (bagi laki-laki)?
Bagaimana dengan nikmat Allah berupa akal, apakah akan kita gunakan untuk mengkufuri-Nya dengan cara mendahulukan akal (pendapat) daripada syari'at?
Bagaimana dengan nikmat Allah berupa ilmu, apakah akan kita gunakan untuk mengkufuri-Nya dengan cara mencari perhatian atau pujian dari manusia?
Firman Allah Ta'ala:
"Dan jika kamu kamu menghitung nikmat Allah, niscaya engkau tidak bisa menghitungnya." (Ibrahim: 34)
Oleh karena itu, orang yang pandai bersyukur kepada Allah Ta'ala itu sedikit sekali, tidak banyak.Sebagaimana dikabarkan dalam al-Qur'an:
"Dan sedikit saja dari hamba-hamba-Ku yang pandai bersyukur." (Saba’: 13)
Kita berdo’a kepada Allah, semoga kita termasuk orang-orang yang sedikit itu, yaitu orang-orang yang pandai bersyukur kepada Allah dan tidak mengkufuri nikmat-Nya, amin.
Semoga bermanfaat...
Kiriman seorang sahabat
Abu Muhammad Herman
Rabu, 17 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
bismillah ...
saya akan sangat berterimakasih apabila anda berkenan membaca arikel di blog ini sampai tuntas dan kemudian meninggalkan jejak cinta dengan memposting komentar yang sopan dan sesuai dengan tema...
mohon ma'af karena komentar akan saya moderasi terlebih dahulu demi kenyamanan bersama ...